Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Inovasi dalam hal pengembangan produk asuransi berbasis investasi unit link terus menimbulkan polemik yang tak kunjung surut. Tidak sedikit nasabah yang merasa dirugikan terkait asuransi unitlink.
Misalnya saja, sejumlah nasabah dari beberapa perusahaan asuransi seperti, Prudential, AXA Mandiri dan AIA mendatangi kantor perusahaan asuransi tersebut, menuntut uang mereka dikembalikan karena dana yang mereka dapatkan tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh agen.
Menanggapi hal tersebut, Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan, ke depan OJK akan menguatkan dan mengetatkan terkait produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI). Hal ini demi mencegah hal-hal seperti ini terulang kembali.
"Misalnya perusahaan harus memiliki aktuaris, pengalaman, modal minimum, sumber daya manusia dan infrastruktur yang mumpuni. Selain itu, perusahaan juga harus memperhatikan terkait aturan cuti premi akan seperti apa, pengelolaan aset, biaya biaya hingga nilai tunai asuransi. Hal-hal ini sangat penting untuk para konsumen dan juga perusahaan," jelas Anto, Selasa (25/1).
Baca Juga: Komunitas Korban Asuransi Unit Link Berencana Mengadu ke Presiden
Anto juga meminta kepada tenaga pemasar untuk transparan dalam memasarkan produk, harus melihat kebutuhan dan kemampuan calon konsumen. Apalagi kata Anto, sekarang banyak nasabah yang salah mengartikan asuransi dengan menabung, padahal berbeda persepsi.
"Jadi para tenaga pemasar harus memastikan ke calon pemegang polis, dan menjelaskan secara transparan produk apa yang dijual dan dijelaskan risiko-risikonya," tambahnya.
Menurut Anto perusahaan asuransi dan tenaga pemasar juga jangan sampai memanfaatkan ketidaktahuan nasabah karena itu harus transparan. Anto mengatakan sesuai dengan aturan OJK nomor 1/2013 ada ketentuan untuk Lembaga Jasa Keuangan (OJK) yang memasarkan produk harus memberikan ringkasan ke nasabah.
Anggota Dewan Komisioner merangkap Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Riswinandi menambahkan, bahwa saat ini OJK sedang melakukan reformasi terhadap IKNB secara menyeluruh, termasuk industri perasuransian.
"Saat ini kami fokus merapikan, memperbaiki, dan menyempurnakan pengawasan OJK pada industri IKNB. Saat ini sudah mulai diterapkan risk based audit, jadi pengawasan sudah berdasarkan mitigasi risiko, penilaian penggunaan tingkat kesehatan, tata kelola, antisipasi saluran distribusi atau pemasaran secara digital juga sedang disiapkan," kata Riswandi.
Sementara itu, Pengamat asuransi Irvan Rahardjo menuturkan, dalam mengatasi permasalahan terkait asuransi unitlink, industri harus melakukan moratorium UnitLink.
"Setidaknya terbatas, tapi akan sulit mengawasi penjualan terbatas hanya kelompok tertentu, selama dijual melalui agen yang berorientasi Komisi. AAJI yang mengeluarkan Sertifikat agen juga tidak pernah menindak agen nakal," kata Irvan.
Baca Juga: Kredit Investasi Diproyeksi Tumbuh Positif di Tahun 2022
Irvan menyebut, industri harus melarang penjualan UnitLink di bank (Bancassurance) karena bersifat asimetris.
"Nasabah tidak tahu apa yang dijual. Asuransi tidak transparan menjelaskan biaya & risiko UL. Sebaliknya bank leluasa mendebet rekening nasabah," ujar Irvan.
Salah satu perusahaan asuransi BNI Life menyatakan, demi menjaga kepuasan nasabah dalam penjualan produk unit link, perusahaan melakukan beberapa mitigasi risiko untuk menghindari miss selling.
"Di antaranya, melakukan standarisasi kode etik tenaga pemasar dan melakukan pelatihan berkelanjutan demi mencegah miss selling, melakukan welcoming call untuk memastikan proses pembukaan polis nasabah sudah dilakukan dengan baik dan benar serta sesuai dengan kebutuhan nasabah," terang GM of Corsec, Legal & Corcomm BNI Life Arry Herwindo.
Selain itu, kata Arry, perusahaan juga melakukan edukasi melalui kanal komunikasi yang di miliki kepada masyarakat mengenai asuransi jiwa terutama untuk produk unit link dan mekanisme klaim di asuransi jiwa.
Arry menjelaskan, kedepan, dalam melakukan penjualan produk unit link, pihaknya memastikan cara menjualnya yang harus dibenahi. Seperti, tenaga pemasar yang memasarkan produk unit link harus memiliki kompetensi dan pengetahuan produk yang baik serta telah memiliki sertifikat, menjual produk unit link sesuai dengan profil risiko dari nasabah.
Selanjutnya, menjelaskan secara detail dan rinci terkait fitur produk dan biaya-biaya yang ada, antara lain: biaya akuisisi, biaya asuransi, biaya administrasi, dan memastikan nasabah paham dan mengerti tujuan serta manfaat dari produk tersebut.
Asal tahu saja, berdasarkan data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) per kuartal III-2021, premi dari produk unit link tumbuh 9,0% year on year (yoy) dari Rp 85,87 triliun menjadi sebesar Rp 93,31 triliun. Produk unit link masih mendominasi sebesar 62,5% dari total premi industri berdasarkan produk.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News