kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Begini nasib industri perbankan di saat pandemi virus corona (Covid-19)


Selasa, 20 Oktober 2020 / 14:29 WIB
Begini nasib industri perbankan di saat pandemi virus corona (Covid-19)
ILUSTRASI. Nasabah menggunakan ATM./Pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/14/101/2020.


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Handoyo .

Sementara bank melakukan mitigasi risiko, penyaluran kredit kini juga dibatasi oleh bank. Ini seiring makin tingginya risiko alias loan at risk (LaR) selama pandemi. Sampai akhir semester I-2020, rasio LAR telah mencapai 14,8%, level tertinggi sejak 2013.

Penyebab utamanya memang soal pandemi yang bikin bikin ekonomi terhenti. OJK mencatat sampai Agustus 2020, pertumbuhan kredit masih negatif 1,69% (ytd). Kelompok bank swasta dan bank pelat merah jadi penyebab utama, masin-masing mencatat pertumbuhan negatif 3,83% (ytd), dan 0,88% (ytd).

Sementara bank daerah, bank campuran tercatat telah meraih pertumbuhan yang positif masing-masing sebesar 1,70% (ytd), dan 1,46 (ytd). Khusus untuk bank daerah, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboj Santoso bilang, pertumbuhan kredit utamanya ditopang oleh penyaluran kredit kepada aparat sipil negara (ASN) yang sebenarnya tak berdampak banyak terhadap pemulihan ekonomi nasional.

Baca Juga: Gandeng Bank Mandiri, Pelindo IV berikan kredit PEN kepada supplier atau vendor

“Stimulus dari pemerintah sebenarnya sudah cukup, likuiditas saat ini juga sangat longgar. Namun penyaluran kredit tidak bisa normal, karena bisnis memang belum pulih, dan ini tidak bisa dipaksa,” kata Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiatmadja. 

Khusus buat bank pelat merah, pemerintah via Kementerian Keuangan juga telah berupaya mendorong penyaluran kredit dengan penempatan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) senilai total Rp 47,5 triliun. 

Tak cuma kepada bank BUMN, Kemenkeu juga memarkirkan dana PEN kepada 12 bank daerah dan 3 bank syariah, dan berencana memperluas penempatan ke bank swasta. Totalnya pemerintah punya alokasi Rp 78,8 triliun dalam rangka mendongkrak penyaluran kredit selama pandemi. Sampai akhir tahun, OJK punya membidik target pertumbuhan kredit 2-4%.

Mendorong konsolidasi

Beruntun menghadapi tantangan tak jadi halangan buat industri perbankan menjadi makin besar. Ini terlihat dari makin banyaknya bank-bank berukuran jumbo, sekaligus bank yang naik kelas BUKU (Bank Umum Kegiatan Usaha). 

Baca Juga: Ada pinjaman sindikasi jatuh tempo Februari 2021, Pan Brothers bakal refinancing

Ini tak lain berkat dorongan OJK dalam rangka konsolidasi perbankan. Akhir tahun lalu, OJK menerbitkan ketentuan hingga akhir tahun bank wajib punya modal minimum Rp 1 triliun hingga akhir tahun ini, dan akan terus ditingkatkan menjadi minimum Rp 2 triliun pada 2021, dan Rp 3 triliun pada 2022. 

Ini bikin sejumlah BUKU 1 yang sebelumnya bermodal di bawah Rp 1 triliun bergegas gelar aksi tambah modal. Ketentuan ini pun cukup efektif, sampai Juli 2020, tercatat jumlah BUKU 1 telah berkurang menjadi 14 bank dibandingkan akhir tahun lalu sebanyak 17 bank. 

Memang ada pula bank cilik yang diakuisisi, BCA misalnya mengakuisisi dua bank yaitu PT Bank Royal Indonesia yang telah bakal bertransformasi menjadi PT Bank BCA Digital, dan membeli PT Bank Rabobank International dan bakal menggabungkannya dengan PT Bank BCA Syariah. 

Tak cuma otoritas keuangan, pemerintah bahkan sampai turun tangan mendorong aksi konsolidasi ini. Hal tersebut terjadi saat Presiden Joko Widodo melakukan rapat terbatas terkait penyehatan PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (BEKS). Dalam rapat Presiden memerintahkan OJK membentuk tim khusus buat menyehatkan Bank Banten. 




TERBARU

[X]
×