Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bulan Juni telah memasuki hari terakhir yang berarti periode kuartal II-2025 ini bakal selesai. Tak ayal, banyak investor yang bakal berfokus pada kinerja bank-bank besar.
Adapun, mayoritas bank-bank besar seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) telah melaporkan laporan keuangan bulanan hingga Mei 2025. Di mana, biasanya kinerjanya tak akan berbeda cukup signifikan untuk sepanjang tahun 2025.
Di antara bg banks yang sudah merilis kinerja keuangan per Mei 2025, BCA tercatat menjadi bank dengan laba terbesar hingga Rp 25,2 triliun. Pertumbuhan laba BCA mencapai 16% secara tahunan (YoY).
Selanjutnya, ada Bank Mandiri dengan laba sebesar Rp 19,7 triliun di periode Januari-Mei 2025. Realisasi tersebut cenderung stagnan, pasalnya pada periode sama tahun sebelumnya, laba mereka senilai Rp 19,6 triliun.
Terakhir, ada BNI yang membukukan laba pada periode yang sama senilai Rp 8,5 triliun. Laba bank berlogo 46 ini bahkan turun secara tahunan sekitar 1%.
Baca Juga: BTN Bidik Pertumbuhan Transaksi BI Fast Sebesar 15% hingga 20% pada Tahun 2025
Jika dirinci lebih lanjut, permasalahan likuiditas tampaknya belum menemukan solusi yang tepat. Di mana, hal tersebut berdampak pada beban bunga hingga pendapatan bunga bersih.
Ambil contoh, Bank Mandiri yang secara bulanan justru mencatat penurunan Dana Pihak Ketiga (DPK) sekitar 1% dan menjadi Rp 1.407 triliun di Mei 2025. Di sisi lain, pertumbuhan kredit bulanan mereka per Mei 2025 justru tak mengalami perubahan di kisaran Rp 1.310 triliun
Hal ini pada akhirnya turut membuat bank-bank tak terkecuali big bank yang turut berebut likuiditas pasar. Alhasil, beban bunga mereka terdongkrak naik.
Kembali lagi Bank Mandiri yang menjadi contoh karena beban bunga naik hingga 30% YoY menjadi Rp 18,2 triliun per Mei 2025. Sementara, BNI mencatat beban bunga naik 4% YoY menjadi Rp 11,2 triliun.
Adapun, hal berbeda terjadi di BCA yang pada lima bulan pertama tahun ini, yang justru mampu menekan beban bunga menjadi Rp 5,2 triliun atau naik 6% YoY. Di sisi lain, pendapatan bunga BCA mampu tumbuh lebih tinggi sekitar 7% YoY menjadi Rp 38,3 triliun.
Executive Vice President Corporate Communication and Social Responsibility BCA Hera F. Haryn bilang, BCA tentunya terus mengoptimalkan pendapatan dari segala lini bisnis. Di mana, ia mengakui bahwa biaya dana stabil di saat tingkat suku bunga yang kompetitif di perbankan nasional.
Ia menambahkan, beragam fitur transaksi BCA serta didukung kepercayaan nasabah terhadap BCA sebagai bank pilihan utama, pada akhirnya dapat menghasilkan dana CASA seperti tabungan dan giro yang berbiaya rendah.
“Brand equity BCA telah memperkokoh ketahanan posisi likuiditas BCA yang solid dan kemampuan BCA mengatasi berbagai tantangan persaingan suku bunga simpanan,” ujar Hera.
Lebih lanjut, Hera bilang, BCA mendorong penyaluran kredit berbagai sektor, serta memperkuat platform perbankan transaksi. Pada umumnya, Hera menyebut, kinerja industri perbankan akan sejalan dengan kondisi perekonomian.
Terkait dengan prospek ke depan, ia berharap tren positif ini dapat berlanjut hingga akhir tahun.
Baca Juga: BNI Catat Kenaikan Transaksi BI Fast 48% per Mei 2025
“Kami akan terus memantau perkembangan pasar dan ekonomi, serta menyesuaikan strategi untuk menjaga pertumbuhan yang stabil,” tambahnya.
Sementara itu, Corporate Secretary Bank Mandiri M Ashidiq Iswara mengatakan, beban bunga memang masih menjadi salah satu tantangan seiring dengan kondisi likuiditas yang ketat di pasar dan persaingan antar bank.
Meski demikian, ia menegaskan pendapatan bunga bersih tetap mencatatkan pertumbuhan. Pada Januari hingga Mei 2025, pendapatan bunga bersih bank berlogo pita emas ini senilai Rp 31,7 triliun atau naik 4% YoY.
“Ini menunjukkan kontribusi dari ekspansi kredit dan pengelolaan aset produktif yang konsisten,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ashidiq mengungkapkan Bank Mandiri terus mencermati dinamika yang ada, termasuk tekanan likuiditas pasar serta perubahan arah kebijakan moneter, seperti penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia.
Melihat kondisi tersebut, Bank Mandiri secara aktif terus melakukan evaluasi struktur pendanaan, termasuk potensi untuk melakukan repricing pada suku bunga simpanan, guna menjaga efisiensi biaya dana.
“Kami juga terus mengelola portofolio secara strategis agar tetap menghasilkan yield yang optimal di tengah dinamika pasar,” tambahnya.
Dalam riset terbarunya, analis BRI Danareksa Sekuritas Victor Stefano dan Naura Reyhan Muchlis justru menyoroti kualitas aset yang terus meningkat tetapi tidak ada solusi jangka pendek yang terlihat.
Dalam hal ini, ia menyoroti NPL segmen konsumer yang meningkat. Misalnya, properti, kendaraan, dan pinjaman rumah tangga lainnya, dengan NPL masing-masing naik sebesar 36 basis poin (bps), 18bps, dan 25bps menjadi 2,9%, 2,2%, dan 1,6%.
“Hal ini semakin memperkuat kemungkinan terjadinya efek rambatan ke atas (trickle-up effect) dari memburuknya kualitas aset di segmen mikro ke segmen menengah sepanjang 2025,” tulis mereka dalam riset, Kamis (26/6).
Di antara big banks sendiri, mereka tetap memilih BBCA sebagai favorit karena didukung oleh pertumbuhan laba yang lebih tinggi, valuasi yang masih wajar, hingga keterlibatan yang lebih kecil dalam program-program pemerintah.
Namun, mereka mempertahankan rekomendasi neutral karena masih melihat ketidakpastian makro ekonomi domestik dan global yang tinggi.
“Risiko utama terhadap pandangan kami meliputi penguatan rupiah, likuiditas yang lebih tinggi dari perkiraan, serta perbaikan kualitas aset yang lebih kuat,” tandas mereka.
Selanjutnya: Inilah Lokasi Tilang ETLE Di Jakarta, Catat Cara Cek & Bayar Denda Tilang Online
Menarik Dibaca: Ramalan Lengkap Zodiak Keuangan dan Karier Hari Ini Senin, 30 Juni 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News