Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Reformasi di industri dana pensiun milik BUMN memang tengah digodok oleh Kementerian BUMN. Pengelolaan aset investasi menjadi salah satu agenda yang sedang dikaji dalam upaya tersebut.
Meskipun demikian, Direktur Eksekutif Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Bambang Sri Moeljadi menyebutkan bahwa selama ini tidak ada yang salah dalam pengelolaan investasi dari industri dana pensiun, mengingat investasinya pun masih bisa tumbuh.
Memang, OJK mencatat hingga April 2022, investasi dana pensiun masih tumbuh 6,08% yoy atau senilai Rp 323,05 triliun. Surat Berharga Negara menjadi portofolio yang paling besar dengan senilai Rp 93,64 triliun. Adapun, Bambang menyebutkan untuk dapen BUMN berkontribusi sekitar 60% dari total portofolio industri.
Dengan pertumbuhan yang masih bisa ditorehkan, Bambang pun menyebut bahwa selama ini yang justru menghambat pertumbuhan dari investasi industri dana pensiun yaitu jika hanya mengandalkan Manajer Investasi (MI).
Baca Juga: Simak Pengelolaan Aset Investasi Dapen BUMN yang Selanjutnya Akan Dikelola IFG
“Dana pensiun yang tidak berkembang itu dikelola oleh MI, reksadananya, KPD-nya,” ujar Bambang.
Oleh karenanya, Bambang berpendapat dengan menunjuk salah satu MI untuk mengelola investasi dari dapen-dapen BUMN ini bukan merupakan solusi terbaik. Alasannya, kinerja MI yang dipilih belum tentu memiliki kinerja yang bagus dan justru menambah biaya.
“Kenapa harus diserahkan ke sana pengelolaannya? Sama aja dikelola sendiri sepanjang portofolionya dibatasi oleh pemerintah,” ujarnya.
Ia justru merekomendasikan agar pemerintah bisa membentuk satu dapen BUMN yang memang pengelolaannya baik dan nantinya BUMN lainnya hanya sebagai mitra untuk menempatkan dananya. Jadi, tidak semua BUMN memiliki dapen sendiri-sendiri.
Selain itu, ia menyebutkan jika dana pensiun ini dikelola oleh MI justru dinilai bakal susah untuk dilakukan pengawasan. Berbeda dengan dikelola sendiri, karena dana pensiun memiliki dewan pengawas juga.
Baca Juga: Dapen BUMN Tak Akan Bisa Agresif Lagi
“Kalau SDM terkait bidang investasi, itu tergantung kita mau melatih atau tidak. Yang penting amanahnya bukan masalah mumpuni atau tidak,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Investasi Dapenbun Indra Figrachanda pun mengatakan bahwa saat ini pihaknya hanya menunggu kebijakan dari pendiri dan sifatnya bakal melakukan apa yang telah menjadi keputusan.
“Dapenbun tidak dalam posisi untuk setuju ataupun tidak setuju,” ujar Indra kepada KONTAN, Senin (6/6).
Indra bilang selama ini dalam mengelola aset investasinya sebagian besar melakukan sebagian besar melakukan swakelola. Meskipun, ada beberapa juga investasi yang melalui MI.
Penerapan investasi di Dapenbun pun menerapkan strategi konservatif yang moderat dengan penempatan ke aset investasi yang likuid. Ditambah, saat ini pihaknya sedang reprofiling ke investasi portofolio berbasis pendapatan tetap.
Sedikit berbeda, Direktur Investasi Dapen Telkom Siti Rakhmawati saat ini belum mau berkomentar lebih lanjut terkait rencana kementerian BUMN tersebut. Ia bilang belum ada pembahasan karena belum ada arahan dari pendiri.
“Dana pensiun hanya eksekutor. Kebijakan ada di pendiri dana pensiun yang menanggung risiko pendanaan,” ujarnya.
Sebelumnya, Pengurus Bidang Investasi Dapen BNI Bedie Roesnadi menyebut bahwa rencana aset yang bakal diintegrasikan diharapkan punya dampak positif dalam hal pengawasan investasi.
“Utamanya kewajiban ke peserta khususnya Manfaat Pensiun tidak mengalami kendala, untuk itu perlu dukungan regulasi dari otoritas,” ujarnya.
Dana kelolaan investasi milik Dapen BNI per akhir tahun 2021 sendiri sekitar Rp 7 triliun dengan pertumbuhan antara 2% hingga 3% per tahun. Alokasi Aset Investasi pun sebagian besar ditempatkan pada aset Inti seperti obligasi dan penempatan pada bank sekitar 55%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News