kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.194   6,00   0,04%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Beleid BI gagal mengubah peta kepemilikan


Selasa, 05 Juni 2012 / 06:53 WIB
Beleid BI gagal mengubah peta kepemilikan
ILUSTRASI. Bank Syariah Indonesia. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A


Reporter: Roy Franedya, Nina Dwiantika, Nurul Kolbi | Editor: Asnil Amri

JAKARTA. Ada yang baru dalam perumusan aturan kepemilikan bank umum. Bank Indonesia (BI) akan menggunakan tingkat kesehatan dan penerapan good corporate governance (GCG) dalam menilai wajib tidaknya pemilik mengurangi jumlah sahamnya. Kebijakan yang akan meluncur pada 27 Juni 2012 ini tidak akan mengubah peta kepemilikan bank.

Bank yang memiliki tingkat kesehatan dan GCG baik tidak terkena kewajiban divestasi, sekalipun kepemilikannya didominasi satu pihak hingga 99%. BI hanya akan mengenakan aturan pada bank yang tidak sehat.

Direktur Utama Bank Mandiri, Zulkifli Zaini mengatakan, kepemilikan yang dihubungkan dengan kesehatan bank menandakan aturan tersebut tidak akan berlaku surut. "Kalau kami bicara aturan kepemilikan dengan kesehatan bank dan GCG artinya itu ke depan yang diatur," jelasnya.

BI akan memberikan pengecualian pada bank-bank BUMN. Pasalnya, bank pelat merah memiliki aturan yang tersendiri. Ini sejalan dengan pengalaman negara lain. Bank pemerintah selalu mendapat perlakuan khusus karena menjadi agen pembangunan dan pendukung kebijakan.

Zulkifli mengaku, belum bisa menyampaikan tanggapan soal kebijakan tersebut. "Kami akan review dan mengkaji terlebih dahulu, kemudian pada pertemuan berikutnya akan kami sampaikan ke BI," tambah Zulkifli.

Direktur Utama Bank QNB Kesawan, Madi Darmadi Lazuardi mengatakan, kebijakan ini bisa diartikan sebagai strategi BI memaksa bank kecil melakukan konsolidasi dan merger. Sementara bagi bank besar yang performanya bagus, kebijakan ini merupakan insentif. "Kebijakan ini menyoroti bank milik keluarga yang tidak banyak berkembang dan bank kecil yang pangsa pasarnya semakin terjepit," ujarnya.

Direktur Keuangan UOB Buana, Safrullah Hadi Saleh, berpendapat, seandainya bank tidak memenuhi aturan ini, BI harus memberikan tenggang waktu yang cukup. Selain itu harus ada keringanan seperti perpajakan dan kemudahan di pasar modal. "Karena divestasi bisa menimbulkan kerugian dan keuntungan. Rencana BI sudah bagus tetapi jangan sampai membebani juga," tukasnya.

Sumber KONTAN di kalangan bankir mengatakan, pengkaitan aturan dengan tingkat kesehatan dan GCG hanya upaya BI menyenangkan semua pihak. Di satu sisi, BI tak berani memberlakukan aturan secara surut, tapi di sisi lain tak mau mengecewakan kelompok domestik yang mencemaskan dominasi asing.

Aturan ini tentu saja tidak mampu menyentuh atau mengotak-atik kepemilikan asing di perbankan tanah air. Sebab bank-bank milik mereka terbukti sehat dan GCG nya baik. Jadi, pengaitan itu hanya basa-basi dan cara BI menyelamatkan muka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×