Reporter: Roy Franedya , Ruisa Khoiriyah | Editor: Johana K.
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) masih tetap berusaha untuk membatasi sepak terjang investor asing untuk masuk ke sektor perbankan Indonesia. Maklum, saat ini, porsi asing diperbankan Indonesia sudah berkisar 30%.
Pjs. Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution mengatakan, berdasarkan peraturan Bank Indonesia, asing memang boleh masuk dengan leluasa ke sektor perbankan Indonesia. "Kami sudah mengumumkannya pada acara WTO dan kami tak bisa ingkar janji dengan begitu saja," ujarnya.
Menurut Darmin, investor asing gencar memasuki industri perbankan Indonesia karena sektor perbankan masih mencetak laba. "Sementara di negara lain masih terpuruk, kita malah cetak laba," kata Darmin.
Namun, BI takkan diam saja dengan banyaknya investor asing ke Indonesia. Pasalnya, saat ini BI sedang membuat semacam persyaratan bagi investor asing yang mau masuk ke perbankan Indonesia.
Sayang, Darmin belum mau memberikan bocoran syarat tersebut. Yang pasti, "Aturan tersebut harus acceptable dan nantinya asing punya punya kewajiban di Indonesia dalam menjalankan bisnisnya,"tegasnya.
Sekedar catatan, kebijakan ini dipicu oleh keluarnya Barclays PLC, dari Indonesia. Lembaga keuangan asal Inggris masuk ke Indonesia dengan mengakuisisi Bank Akita pada Februari 2009.
Namun, Maret 2010 lalu, bank ini mengumumkan rencana untuk angkat kaki dari Indonesia. Keputusannya keluarnya Barclays dari Indonesia dipicu dari rencana restrukturisasi bisnis oleh Bank terbesar Inggris ini.
Berdasarkan data BI, pada akhir 2009 lalu, Barclays Indonesia membukukan kerugian hingga Rp 228,8 miliar. Padahal, sampai akhir 2008 bank ini masih meraup laba bersih Rp 13,16 miliar.
Nah, salah satu investor yang ingin masuk ke Indonesia adalah Affian Holdings Bhd ke Bank Ina. Akuisisi ini direncanakan selesai pada kuartal III 2010.
Selain itu, ada Sampoerna yang mau masuk ke Bank Dipo dengan mengunakan Special Purpose Vehicle (SPV) Singapura.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Rochadi mengatakan BI tidak punya peraturan yang melarang hal tersebut. "Yang penting acceptable," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News