Reporter: Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Indent tengah menjadi ganjalan perbankan syariah menerapkan skema Musyarakah Mutanaqisah (MMQ). Karena ini, Bank Indonesia (BI) mengaku tengah mencari solusi. "Kita masih mencari solusi. Indent ini masih dalam perdebatan," sebut Direktur Eksekutif Departemen Perbankan Syariah BI, Edy Setiadi, Jumat, (21/6).
Ia menyebut, ada kekhawatiran terhadap spekulasi dalam pembolehan indent di skema MMQ ini. Padahal, BI mengatur Finance to Value (FTV) perbankan syariah sebagai tindakan preventif supaya tak ada unsur spekulasi. Apalagi indent ini merupakan pembelian rumah yang bahkan belum diperjanjikan kapan selesainya, namun telah ada uang mengucur ke sana.
BI juga tengah membahas pengertian barang yang telah tersedia atau ready stock. Ia memberi contoh, bisa saja pengertiannya adalah pembangunan rumah yang tanahnya sudah ada. Kemudian bila tanah tersebut memiliki nilai, bisa juga dikatakan sebagai barang yang sudah ada.
Selain perumahan, pembatasan FTV perbankan syariah juga meliputi pembiayaan kendaraan bermotor. Edy menyebut, BI pun sedang membicarakan apakah perihal indent ini akan berlaku pada properti saja, atau juga kendaraan bermotor.
Pasalnya, per April kemarin BI menyamakan FTV pembiayaan perumahan dan kendaraan bermotor di perbankan syariah dengan konvensional. Jadi, nasabah harus mengeluarkan uang muka 30%. Dengan skema MMQ, perbankan syariah bisa menerapkan uang muka lebih ringan yaitu 20%. Masalahnya, di skema tersebut tak memperbolehkan indent.
Bila persoalan indent di MMQ ini sudah jelas, BI akan menyempurnakan aturan mengenai kodifikasi produk perbankan syariah. Misalnya indent dalam produk MMQ ini tidak membawa penafsiran yang berbeda terhadap suatu fatwa, maka akan dimasukkan ke dalam buku kodifikasi produk. Perbankan syariah pun tidak perlu lagi meminta izin kepada BI untuk menjalankannya sepanjang sudah masuk dalam kodifikasi produk tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News