Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) dan pemerintah serius ingin memperbesar pasar sekuritisasi kredit kepemilikan rumah (KPR). Keduanya telah membentuk tim yang bertugas merancang aturan main baru yang memungkinkan pasar sekuritisasi aset makin marak.
Deputi Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Wimboh Santoso membenarkan, gagasan untuk mendorong bank melakukan sekuritisasi aset masih belum matang benar. Pematangan itu termasuk dalam tugas tim bentukan BI dan pemerintah.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Muliaman D. Hadad menambahkan, supaya pasar sekuritisasi aset maju, seharusnya tak ada aturan yang menyulitkan bank dalam menerbitkan produk tersebut. Sekuritisasi aset semacam KPR dinilai merupakan solusi yang pas untuk pendanaan kredit jangka panjang.
BI juga menilai keberadaan pasar perdana sekuritisasi aset akan memperlancar arus likuiditas di industri perbankan. "Bank yang butuh likuiditas bisa menjadi penerbit, sementara bank yang kelebihan likuiditas bisa membeli," imbuh Muliaman.
Muliaman juga mengakui, pasar sekunder produk sekuritisasi aset juga perlu dibereskan. "Jadi investor yang membenamkan duitnya di pasar perdana, tak kesulitan menjual instrumen itu di saat membutuhkan likuiditas," paparnya.
BI menyadari ini tugas yang tak bisa beres dalam waktu dekat. Sekarang ini, pemilik dana di dalam negeri masih meragukan produk sekuritisasi aset. Lihat saja pengalaman PT Bank Tabungan Negara (BTN) saat menawarkan Kontrak Investasi Kolektif - Efek Beragun Aset (KIK-EBA). Peminat KIK-EBA BTN sangat terbatas. Akhirnya, PT Sarana Multi Griya Financial (SMF) yang memborong KIK-EBA terbitan BTN itu.
Investor, terutama yang berbentuk institusi, masih ragu karena mereka tak punya rujukan tentang KIK-EBA. "Apalagi, masing-masing institusi belum menyesuaikan aturan internal dengan produk sekuritisasi aset ini," kata Sekretaris Perusahaan SMF Eko Ratrianto, Kamis (19/2).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News