Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Havid Vebri
SURABAYA. Bank Indonesia (BI) tengah berupaya untuk memperluas struktur dan model penerbitan sukuk untuk mendorong perkembangan ekonomi syariah.
Salah satunya, BI mendorong aset wakaf digunakan sebagai underlying guna menerbitkan sukuk.
Mirza Adityaswara, Deputi Gubernur Senior BI mengatakan, sektor wakaf merupakan a sleeping giant sektor keuangan sosial syariah di Indonesia. Wakaf, kata Mirza, memiliki potensi dalam mengakselerasi pembangunan infrastruktur hingga fasilitas sosial seperti sekolah, rumah sakit, dan lainnya.
“Indonesia memiliki aset wakaf dalam bentuk tanah dan bangunan dengan nilai yang cukup besar,” ujar Mirza dalam acara Indonesia Shari’a Economic Festival (ISEF) 2015 di Surabaya, Rabu (28/10).
Untuk tanah wakaf yang teregistrasi di Badan Wakaf Indonesia (BWI) saat ini nilainya sekitar Rp 300 triliun. Diluar itu, jumlah tanah wakaf yang belum teregistrasi masih jauh lebih besar.
Perry Warjiyo, Deputi Gubernur BI menambahkan, selama ini banyak aset wakaf yang menganggur dan tidak dipergunakan oleh pengelolanya. Padahal, aset tersebut bisa digunakan untuk mendapatkan pendanaan dengan menerbitkan sukuk.
“Misalnya orang tidak punya dana untuk membangun di atas tanah wakaf itu. Tanah itu bisa dijadikan aset untuk menerbitkan sukuk, yang dananya digunakan untuk mendirikan rumah sakit, dan pendapatan dari rumah sakit bisa untuk membayar cicilan sukuk,” jelas Perry.
Saat ini, pelaku yang dominan di pasar sukuk Indonesia masih ditempati pemerintah dengan variasi Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Sampai dengan September 2015, total penerbitan SBSN tercatat Rp 369 triliun dengan total outstanding SBSN sebesar Rp 288,5 triliun yang terdiri dari Rp 256 triliun SBSN yang tradable dan Rp 32 triliun SBSN yang non-tradable. Saat ini, SBSN telah menguasai kurang lebih 12,5% pangsa pasar surat utang negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News