Reporter: Ruisa Khoiriyah | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Langkah Bank Indonesia (BI) mengurangi penggunaan instrumen Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dalam operasi moneter, dan memperbanyak pemakaian term deposit menjadi bagian dari rencana jangka panjang bank sentral untuk mengefektifkan pengelolaan moneter di Indonesia. Ke depan, selain mengandalkan term deposit, BI juga mendorong pemanfaatan obligasi negara baik dalam bentuk surat utang entah itu yang disebut Surat Utang Negara (SUN), Surat Berharga Negara (SBN), maupun Surat Perbendaharaan Negara (SPN).
Deputi Gubernur BI Budi Mulya menjelaskan, secara perlahan BI memang akan mengarahkan penggunaan instrumen-instrumen tersebut dalam operasi moneter, seperti yang sudah dipraktekkan di banyak negara. "Untuk operasi moneter lebih baik menggunakan SPN dan SBN, di banyak negara sudah kesana. Dan di sini, kita masih bertahap menuju kesana," ujarnya di Jakarta, Kamis (11/11).
Namun, Budi enggan menegaskan apakah SBI akan tetap dipertahankan sebagai alat moneter meski kini BI kian agresif menyedot ekses likuiditas menggunakan term deposit. "Dua instrumen tersebut (SBI dan term deposit) saling melengkapi, fungsinya sama untuk menarik likuiditas. Bedanya SBI bisa ditransaksikan di pasar sekunder, kalau TD tidak bisa," jelasnya.
Saat ini stok SBN milik BI masih amat kecil, yakni di kisaran Rp 30-an triliun. "Makanya saya bilang ini masih dalam tahap awal dan akan kami gulirkan kesana," tegas Budi.
Tambahan informasi saja, keunggulan term deposit yang tidak bisa diperdagangkan di pasar sekunder di antaranya adalah membentengi masuknya dana asing. Ini bisa memperkecil risiko pembalikan dana dalam jumlah besar secara tiba-tiba. Selain itu, jika ekses likuiditas ditempatkan di surat utang negara, maka dananya masih bisa dimanfaatkan untuk pembiayaan belanja negara. Sedangkan bila diserap dengan SBI, maka dana itu hanya akan parkir di BI saja sehingga manfaatnya dinilai kurang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News