Sumber: Kontan | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mulai melangkah untuk mengatur kembali keberadaan investasi asing di industri perbankan. BI saat ini telah memulai negosiasi dengan dua negara yakni Singapura dan China untuk menerapkan asas resiprokal dalam izin berinvestasi di perbankan.
"Kami mengupayakan nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) agar kepentingan Indonesia di sektor perbankan bisa terakomodasi dengan baik," ungkap Direktur Penelitian dan Perbankan Bank Indonesia Halim Alamsyah, Rabu (15/10).
Rencananya, dalam MoU tersebut, BI akan menawarkan beberapa bentuk kerjasama yang saling menguntungkan. Misalnya kemudahan membuka cabang bank dari Indonesia di dua negara itu.
Selain itu, BI juga ingin ada kerjasama tukar-menukar informasi dan pengawasan dengan negara yang menjadi kepentingan Indonesia. BI berharap sebelum tutup tahun, negosiasi tentang asas resiprokal ini bisa berhasil, terutama dengan China. "Yang sedang akan selesai adalah Bank Mandiri, BI memang masuk dengan memakai isu Mandiri," kata Halim.
Adapun dengan Singapura, negosiasinya agak alot. "Respons pertama mereka saat itu adalah mereka tidak setuju ada MoU tertulis," katanya.
Alasan Singapura bisa jadi karena perbedaan sistem hukum yang dianut Singapura dan Indonesia. Singapura kiblat hukumnya anglo-saxon yang merasa cukup dengan sebatas MoU. Sedangkan Indonesia berkiblat hukum kontinental yang menginginkan kesepakatan hitam di atas putih. "Kami akan berupaya mencari pendekatan yang bisa mereka terima," jelasnya.
Selain dengan dua negara itu, BI juga berencana melakukan negosiasi dengan Thailand dan Korea Selatan. BI mengakui Indonesia lebih liberal di sektor perbankan ketimbang negara-negara tersebut. Karenanya BI bermaksud membenahi ini, apalagi saat ini lebih dari 13 bank di Indonesia sudah beralih ke tangan asing. 13 bank itu menguasai 26% aset perbankan.
Target BI adalah kesetaraan. Kalau selama ini Indonesia sangat terbuka buat asing, BI ingin negara lain juga terbuka bagi perbankan asal Indonesia yang ingin berinvestasi di negara tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News