Reporter: Anna Suci Perwitasari |
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mengutarakan kesetujuannya untuk membatasi transaksi tunai demi mengurangi tingkat korupsi. Namun, menurut Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution, hal itu harus didukung oleh Undang-Undang (UU) yang kuat karena berimbas pada hak masyarakat dalam bertransaksi yang juga berkurang.
"Kami sebenarnya sepakat saja, bahwa ada usul agar pemerintah dan BI bekerja sama memberantas korupsi. Tapi ini perlu ada cantolan undang-undang yang kuat," ungkap Darmin, Rabu (19/12).
Menurutnya, Peraturan Bank Indonesia (PBI) tidak cukup kuat untuk mengatur lalu lintas transaksi tunai tersebut.
"Kalau PBI bisa dipertanyakan. Kalau PP juga bisa tapi tampaknya tidak terlalu kuat, jadiharus masuk ke proses pembuat UU," jelasnya. BI mendesak, perlunya UU karena transaksi seperti ini tidak hanya melibatkan industri keuangan seperti bank. Melainkan mencakup banyak institusi keuangan dan industri non keuangan.
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menggagas ada pembatasan transaksi tunai maksimal Rp 100 juta. Hal ini dilakukan untuk mengurangi tindak pidana korupsi di Indonesia. Artinya, setiap transaksi di atas jumlah tersebut harus melalui proses pencatatan transaksi di sistem perbankan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News