kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BI rate bertahan di level 4%, bankir sebut bunga kredit bisa terus turun


Jumat, 16 Oktober 2020 / 07:50 WIB
BI rate bertahan di level 4%, bankir sebut bunga kredit bisa terus turun


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan tingkat bunga acuan BI 7-day reverse repo rate (7DRR) di level 4%, suku bunga deposit facility sebesar 3,25% dan suku bunga lending facility 4,75%.

Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, keputusan tersebut diambil lantaran bank sentral telah melakukan quantitative easing (QE) di perbankan sejumlah Rp 667,6 triliun hingga 9 Oktober 2020. Itu artinya, menurut BI sejatinya walau bunga acuan ditahan, tren bunga kredit bakal terus melandai. "Kondisi likuiditas yang tetap longgar mampu mendorong suku bunga untuk terus menurun dan mendukung pembiayaan perekonomian," ujarnya belum lama ini. 

Beberapa bank yang dihubungi Kontan.co.id pun sepakat dengan pernyataan bank sentral. PT Bank Mandiri Tbk misalnya yang mengamini kalau bunga kredit terus mengalami penurunan sejauh ini dan masih punya ruang untuk turun. 

Baca Juga: Fintech dan e-commerce berkolaborasi mendorong pembiayaan di masa pandemi

Malah menurut Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rully Setiawan pihaknya sudah menurunkan suku bunga dasar kredit untuk segmen korporasi, ritel, mikro dan konsumsi cukup banyak sebesar 10 hingga 600 basis poin (bps). "Pada bulan September 2020, SBDK segmen konsumer telah kami turunkan kembali seiring penurunan biaya dana," katanya kepada Kontan.co.id, Kamis (15/10). 

Bank berlogo pita emas ini menambahkan, sangat dimungkinkan bunga kredit akan diturunkan kembali, mengikuti perkembangan pasar. Inisiatif itu memang merupakan salah satu komitmen perseroan untuk mendukung pemerintah dan otoritas moneter mengimplementasikan bauran kebijakan finansial dalam rangka ikut memulihkan perekonomian nasional dari dampak pandemi Covid-19. 

Sebagai tambahan informasi saja, per akhir September 2020 tercatat SBDK kredit korporasi Bank Mandiri sebesar 9,85%, lalu kredit ritel 9,8% dan kredit mikro 11,5%. Sedangkan untuk kredit konsumsi KPR ada di 10,15% dan non KPR 11,9%. 

Bukan bank besar saja yang menyerukan hal tersebut. Direktur Utama PT Bank Ina Perdana Tbk Daniel Budirahayu juga menjelaskan dalam beberapa bulan sejak BI menurunkan bunga acuan, pihaknya sudah menurunkan bunga kredit rata-rata sebanyak 100 bps. 

Baca Juga: Hingga September, fintech Alami salurkan pembiayaan syariah lebih dari Rp 200 miliar

Hanya saja, menurutnya kebijakan bank dalam menurunkan bunga kredit tidak hanya dilandaskan dari tren bunga acuan BI. Ada beberapa pertimbangan lain, salah satunya faktor risiko kredit yang menjadi acuan bank dalam menentukan pricing. "Karena saat ini risiko kredit meningkat, oleh karena itu penurunan suku bunga kredit tidak sejalan dengan penurunan BI rate," jelas Daniel. 

Untuk Bank Ina sendiri sejauh ini masih terbilang selektif dalam menurunkan bunga kredit. Dia pun menilai keputusan BI untuk menahan bunga acuan sudah tepat, karena BI pastinya juga mempertimbangkan faktor ekonomi makro lain sebelum mengambil kebijakan. 

Di luar itu, menurut Daniel pada praktiknya perbankan memang sudah menurunkan bunga cukup besar. Namun, hanya dalam bentuk penurunan suku bunga kredit dengan program relaksasi (restrukturisasi) kredit. 

Sementara itu, menurut Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede, pertimbangan BI untuk kembali mempertahankan suku bunga kebijakan BI7DRR memang tepat. Tentunya, BI menurutnya mempertimbangkan aktivitas ekonomi khususnya sisi permintaan yang masih lemah terindikasi dari rendahnya inflasi tahunan yang dipengaruhi oleh mobilitas masyarakat yang terbatas apalagi setelah pemda DKI memberlakukan PSBB sejak pertengahan September hingga awal Oktober.

"Penurunan suku bunga kebijakan BI saat ini belum akan terlalu mendorong peningkatan aktivitas ekonomi yang lebih signifikan mengingat perilaku konsumsi masyarakat yang masih dipengaruhi oleh perkembangan kasus Covid-19 di dalam negeri," terangnya. Lagipula, menurutnya dalam satu tahun ini BI sudah menurunkan bunga acuan sebesar 100 bps. Namun, hal itu faktanya belum berimplikasi pada peningkatan permintaan kredit perbankan. 

Fungsi intermediasi dari sektor keuangan juga masih lemah akibat Penurunan suku bunga kebijakan BI saat ini belum akan terlalu mendorong peningkatan aktivitas ekonomi yang lebih signifikan mengingat perilaku konsumsi masyarakat yang masih dipengaruhi oleh perkembangan kasus Covid-19 di dalam negeri. 

Baca Juga: Pefindo: Rating perbankan dan multifinance masih kuat

Catatan saja, pertumbuhan kredit pada September 2020 kembali menurun dari 1,04%yoy pada Agustus 2020 menjadi 0,12%yoy. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) naik dari 11,64% yoy pada Agustus 2020 menjadi 12,88% yoy didorong ekspansi keuangan Pemerintah.

Dus, menurut Josua BI ke depan masih akan mempertahankan suku bunga kebijakannya dan mengoptimalkan kebijakan quantitative easing serta bauran kebijakan lainnya untuk mendorong stabilitas nilai tukar rupiah. Dengan kebijakan quantitative easing tersebut diharapkan ketersediaan likuiditas perbankan tetap terjaga sedemikian sehingga mendukung penurunan suku bunga perbankan kedepannya.

Selain itu kondisi likuiditas perbankan akan mendukung optimalisasi fungsi intermediasi perbankan kedepannya setelah aktivitas ekonomi kembali pulih setelah melewati masa pandemi Covid-19. "Kedepannya, fungsi intermediasi perbankan diperkirakan akan semakin membaik sejalan prospek perbaikan kinerja korporasi dan pemulihan ekonomi domestik serta konsistensi sinergi kebijakan," pungkas Josua. 

Selanjutnya: Berikan pendanaan pendidikan, Pintek luncurkan layanan Pintek Instant

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×