Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mencatat sejauh ini baru 16 penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP) dengan kode respon cepat (quick response code/QR Code) yang sudah sesuai dengan ketentuan di Standar Indonesia untuk Kode Respon Cepat Pembayaran Digital (Quick Response Code Indonesia Standard/QRIS) yang ditetapkan oleh bank sentral.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Pungky Wibowo menjelaskan dari jumlah tersebut, lima perusahaan Kode QR lainnya masih memfinalisasi kriteria agar sesuai QRIS. "Sebanyak 16 yang sudah siap, lima lainnya finalisasi, dan juga ada yang akan menyusul setelah Lebaran," ujarnya di Jakarta, Senin (27/5).
Namun sayangnya, Pungky tidak dapat merinci secara detail identitas masing-masing PJSP tersebut. Pihaknya hanya memastikan transaksi menggunakan Kode QR akan melonjak dalam beberapa waktu ke depan menyusul akan diberlakukannya standar nasional QRIS.
"Nanti akan terinteroperabilitas, interkoneksi dengan QR Code seperti hari ini, dan itu membuat tentu saja ke depan pasti melonjak transaksinya karena ditunjang dengan kemudahan," sambungnya.
Sekadar informasi saja, BI pada Senin (27/5) ini memperkenalkan QR Code Indonesia Standard (QRIS) sebagai bagian dari transformasi digital dalam sistem pembayaran di Indonesia. BI menargetkan QRIS akan diimplementasikan pada semester II-2019 mendatang.
Standardisasi dalam pengembangan sistem pembayaran nontunai berbasis QR Code tersebut diharapkan menciptakan interkoneksi dan interoperabilitas di antara perusahaan Kode QR yang ada di Indonesia, sehingga mampu mengakselerasi pengembangan ekosistem keuangan digital.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan peluncuran QRIS sejalan dengan transformasi digital dan ekonomi yang semakin cepat dan semakin luas berdampak pada kehidupan sehari-hari.
Selain itu, Perry juga memaparkan peta biru (blueprint) Sistem Pembayaran Indonesia 2025 untuk memastikan arus digitalisasi berkembang dalam ekosistem ekonomi dan keuangan digital yang kondusif. Visi tersebut merupakan respon atas perkembangan digitalisasi yang mengubah lanskap risiko secara signifikan.
Antara lain meningkatnya ancaman siber, persaingan monopolistik dan shadow banking. Ancaman tersebut dapat mengurangi efektivitas pengendalian moneter, stabilitas sistem keuangan dan kelancaran sistem pembayaran.
Visi tersebut antara lain mendukung integrasi ekonomi-keuangan digital nasional, mendukung digitalisasi perbankan sebagai lembaga utama dalam ekonomi keuangan digital melalui open-banking maupun pemanfaatan teknologi digital dan data dalam bisnis keuangan, serta menjamin interlink antara fintech dan perbankan.
Selain itu, BI juga memaparkan visi untuk menjamin keseimbangan antara inovasi dengan proteksi konsumen, integritas dan stabilitas serta persaingan usaha yang sehat. Visi terakhir adalah menjamin kepentingan nasional dalam ekonomi-keuangan digital antar negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News