Reporter: Inggit Yulis Tarigan | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat menilai permintaan layanan buy now pay later (BNPL) alias paylater diperkirakan masih relatif tinggi seiring masih lebarnya credit gap di Indonesia.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda menilai pasar BNPL masih luas karena permintaan untuk pembiayaan dengan penawaran produk layanan keuangan bagi masyarakat masih tidak sesuai.
“Banyak dari masyarakat yang belum bisa mengakses produk keuangan. Alasannya bermacam-macam, mulai dari sistem yang ribet, hingga proses yang lama,” terang Nailul kepada Kontan, Kamis (21/8/2025).
Baca Juga: Akulaku Finance Andalkan Diversifikasi Pendanaan untuk Dongkrak Paylater
Dari berbagai alasan ini, banyak yang akhirnya memunculkan alternatif financing, salah satunya buy now pay later. Ia memprediksi, pertumbuhan BNPL masih akan dua digit melihat permintaan dan pasarnya yang masih sangat luas.
Meski begitu, Huda menilai industri BNPL tetap menghadapi sejumlah tantangan. Pertama, risiko kualitas penyaluran pembiayaan bisa menurun ketika permintaan tinggi namun tidak diimbangi penyaringan yang memadai.
"Beberapa BNPL punya sistem credit scoring yang baik karena masuk ke dalam SLIK, tapi ada juga yang gencar penetrasi sehingga credit scoring menjadi loss. Non performing financing (NPF) bisa menjadi lebih tinggi," jelasnya.
Selain itu, Ia menambahkan persaingan dengan BNPL perbankan juga diperkirakan semakin ketat. Menurut Nailul, perbankan mulai menanjak karena mempunyai ekosistem yang lebih lengkap secara keuangan.
Sebelumnya, OJK mencatat penyaluran pembiayaan buy now pay later (BNPL) oleh perusahaan pembiayaan mencapai Rp 8,56 triliun per Juni 2025, tumbuh 56,26% secara tahunan (YoY).
Baca Juga: Kredit Melesat, Bisnis Paylater Juga Semakin Sehat
Selanjutnya: Wakil Rakyat Asal Papua Desak Perusahaan Tambang Berdayakan Masyarakat Lokal
Menarik Dibaca: 7 Rekomendasi Olahraga yang Bikin Panjang Umur Menurut Ahli
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News