Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebagai upaya membantu bank dalam memenuhi likuiditas, Bank Indonesia (BI) kembali menambah insentif untuk perbankan. Sayangnya, insentif tersebut tampaknya tak banyak berdampak bagi semua bank secara industri.
Dalam hal ini, BI meningkatkan Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank (RPLN) dari maksimum 30% menjadi 35% dari modal bank. Di mana, penguatan kebijakan RPLN ini akan berlaku efektif sejak 1 Juni 2025.
Deputi Gubernur BI Juda Agung mengungkapkan bahwa insentif ini diberikan karena melihat kondisi sekarang ada keterbatasan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan. Alhasil, BI melihat perlunya kebijakan yang diarahkan pada upaya untuk menambah sumber pendanaan perbankan.
Sejalan dengan itu, Juda melihat ada bank-bank tertentu yang pendanaannya di dalam negeri sudah semakin terbatas. Oleh karenanya, BI memfasilitasi dengan menaikkan RPLN tersebut menjadi 35% agar leluasa mencari pendanaan di luar negeri.
“Kami melihat sudah ada bank yang mulai mendapatkan atau mencari sumber pendanaan dari luar negeri,” ujarnya.
Baca Juga: BI Revisi Target Kredit, Ini Rencana Sejumlah Perbankan
Corporate Secretary Bank Mandiri M Ashidiq Iswara mengungkapkan bahwa kebijakan ini bisa membuat perbankan memiliki kelonggaran yang lebih besar untuk mencari sumber pendanaan dari luar negeri. Dengan catatan, bank tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
Terutama, Ashidiq bilang kebijakan ini tepat di tengah kondisi likuiditas yang ketat sehingga pada akhirnya membatasi ekspansi kredit. Menginat, kondisi likuiditas industri perbankan saat ini cukup ketat dengan loan to deposit (LDR) berada pada 88%.
“Pelonggaran kebijakan ini akan berdampak positif bagi kondisi likuiditas dan prospek pertumbuhan kredit ke depan,” ujarnya.
Di Bank Mandiri sendiri, Ashidiq bilang pihaknya akan terus secara aktif memonitor kondisi pasar dan likuiditas dan apabila diperlukan. Di mana, ia bilang Bank Mandiri memiliki opsi alternatif pendanaan secara taktis, baik transaksi bilateral hingga penerbitan surat utang.
“Saat ini, Bank Mandiri masih memiliki sisa plafon Euro Medium Term Notes (EMTN) Programme sebesar US$ 2,1 miliar dari total plafon US$ 4 miliar yang dapat dioptimalkan sesuai kebutuhan,” ujar Ashidiq.
Sedikit berbeda, Direktur Kepatuhan Bank Oke Efdinal Alamsyah bilang relaksasi atau insentif tersebut tidak secara langsung berdampak signifikan terhadap likuiditas OK Bank. Alasannya, sumber pendanaan Bank Oke sepenuhnya berasal dari dalam negeri.
Bukan tanpa alasan, ia menjelaskan banyak faktor yang menjadi bahan pertimbangan di Bank Oke, antara lain biaya dan risiko valas lebih tinggi karena pendanaan luar negeri membuat bank terpapar dan menanggung risiko nilai tukar yang fluktuatif dan dibutuhkan hedging.
Baca Juga: Kredit Modal Kerja Bank Tumbuh Melambat, Apa Penyebabnya?
Selain itu, ia menilai ketentuan regulasi juga ketat di mana RPLN diawasi harian, dan bisa dikenai sanksi bila dilanggar. Ditambah, bank juga wajib melaporkan secara detail posisi, dokumen transaksi, dan justifikasi penggunaan pinjaman luar negeri.
“Pendanaan luar negeri bisa menarik untuk ekspansi cepat, tapi juga berisiko tinggi bila tidak dikelola baik, terutama pada saat ini dalam kondisi krisis global,” ujar Efdinal.
Serupa, Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan juga bilang saat ini lebih banyak mencari pendanaan dari domestik. Alhasil, ia menilai bermanfaat atau tidaknya insentif tersebut akan sangat tergantung pada tiap bank.
Hanya saja, ia tidak menutup kemungkinan CIMB Niaga juga mencari pendanaan dari luar negeri. Namun, ia mengisyaratkan bahwa saat ini belum begitu dibutuhkan untuk melakukan hal tersebut.
“Jika dibutuhkan siaga saja,” ujar Lani.
Selanjutnya: ASEAN, Jepang dan UNDP Luncurkan Blue Carbon and Finance Profiling Project
Menarik Dibaca: 4 Cara Memanjangkan Bulu Mata Secara Alami Tanpa Perlu Extension ke Salon
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News