Reporter: Nina Dwiantika |
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) optimistis, pembentukan Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP) akan menurunkan bunga kredit. Sebab, bank akan mengetahui informasi risiko setiap debitur, sehingga bank tidak mematok bunga kredit yang sama ke tiap peminjam.
Perbankan akan mengetahui reputasi debitur melalui LPIP. "Sehingga setiap orang akan memperoleh tingkat bunga kredit yang berbeda-beda," kata Sani Eka Duta, Asisten Direktur Divisi Informasi Kredit Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan BI, pekan lalu. Saat ini, perbankan memberikan bunga kredit sama rata ke debitur, baik berisiko tinggi atau rendah.
Menurut Sani, perbankan akan lebih efisien jika mengambil debitur melalui LPIP. Setidaknya itulah praktik yang terjadi di negara lain. Amerika Serikat (AS) contohnya. Dengan memanfaatkan biro kredit, bank di sana bisa menurunkan biaya kredit dari 30% sampai 0%, sehingga bunga kredit bisa sangat rendah.
Berdasarkan data BI, per Januari 2013, rata-rata bunga kredit modal kerja sebesar 11,50%, kredit investasi 11,30% dan kredit konsumsi 13,40%. Perhitungan kredit ini belum menghitung risiko debitur.
Direktur Bank Tabungan Negara (BTN), Evi Firmansyah, mengaku belum bisa menghitung potensi penurunan biaya kredit jika mengambil debitur melalui LPIP. Saat ini, BTN memberikan kredit sesuaiĀ profil risiko debitur.
Misalnya, debitur dengan rating baik akan memperoleh bunga kredit 8% sampai 9%, sedangkan debitur berisiko tinggi, menerima bunga kredit dua digit. "Debitur berisiko kecil bisa menerima bunga hingga tingkat dasar atau prime rate," ucap Evi.
Pemberian bunga kredit, juga mengacu ke likuiditas perbankan. Jika likuiditas ketat, bank akan menawarkan tingkat bunga simpanan tinggi. Alhasil, biaya dana bank akan naik sehingga bunga kredit ikut naik.
Deputi Direktur Direktorat Penelitian BI, Dhani Gunawan Idat, menambahkan, rasio premi risiko bank-bank di Tanah Air berkisar antara 0,3% - 10%. Kelompok bank yang memiliki rasio risiko tertinggi adalah bank perkreditan rakyat (BPR) pada kisaran 5% sampai 10%. Sedangkan bank umum rasio risiko lebih rendah yakni 0,3% - 3%.
Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA), Jahja Setiaatmadja, menyampaikan, pemberian bunga kredit sudah menghitung premi risiko. Risiko itu terdiri dari pengalaman debitur, neraca keuangan, kemampuan membayar, jenis usaha dan geografi bisnis.
Saat ini, bank berupaya menekan risiko dengan mengedukasi nasabah untuk mengetahui tingkat risiko sesuai bunga kredit yang diberikan. "Saat ini, meskipun bank-bank memberikan bunga kredit tinggi, tapi permintaan kredit masih besar," katanya.
Managing Director Treasury and International Banking Bank Mega, Sugiharto menuturkan, setiap bank memiliki tingkat rasio risiko yang berbeda-beda. Ada bank yang teliti memilih debitur sesuai tingkat risikonya. Jika risiko tinggi, bank tidak akan memberikan kredit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News