Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi covid-19 telah mendorong perbankan membentuk pencadangan guna mengantisipasi penurunan kualitas kredit. Otomatis, kinerja keuangan bank pun terus seiring langkah pencegahan itu.
Biasanya, pembentukan pencadangan akan mengikis potensi laba bersih suatu perbankan. Direktur Utama BRI Sunarso menyatakan pada 2019 saat kondisi normal, bank bersandi saham BBRI mampu membukukan laba bersih hingga Rp 34,41 triliun.
Namun, kondisi berbalik pada akhir tahun lalu, BRI hanya mencatatkan laba bersih Rp 18,65 triliun di penghujung 2020. Sebab, bank mandiri mengerek pencadangan.
Baca Juga: Bank Mandiri telah salurkan kredit Rp 520 miliar lewat platfom digital
“Kalau pencadangan normal seperti kondisi biasa, maka laba BRI di 2020 kemarin kalau tidak Covid-19, laba kita Rp 34 triliun sampai Rp 38 triliun. Tapi kita kan tidak berani, karena kalau kita ambil sekarang, ya pasti habis misal untuk sektor deviden dan bayar pajak,” ujar Sunarso dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XI DPR RI pada Selasa (15/6).
Ia menilai penting bagi perbankan mengorbankan laba untuk mengantisipasi pemburukan kredit yang telah disalurkan. Sebab, bila terjadi maka bank terdampak akan menyebabkan gangguan sistemik.
“Sehingga kita relakan untuk mencadangkan. Namun bahasa pencadangan karena krisis bukan berarti sembunyikan laba. Pencadangan digunakan untuk keberlangsungan ke depannya. Bila kondisi sudah normal, maka pencadangan bisa diambil sebagai laba dan dividen maupun pajak,” paparnya.
Baca Juga: BSI sebut Aceh sokong 8% pangsa pasar syariah nasional
BRI tetap melakukan pencadangan mengantisipasi restrukturisasi dan kredit yang tergolong loan at risk (LAR). Direktur Utama BRI Sunarso menyatakan melakukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) senilai Rp 73,11 triliun per April 2021.
LAR merupakan indikator risiko atas kredit yang disalurkan yang terdiri atas kredit kolektibilitas 1 yang telah direstrukturisasi, kolektibilitas 2 atau dalam perhatian khusus, serta kredit bermasalah atau non performing loan (NPL).
“NPL kita hanya Rp 29,08 triliun, artinya kita mencadangkan 2,5 kali dari NPL atau 251,39% pencadangan terhadap NPL. Sebesar itu, karena di portofolio kita masih banyak yang kira-kira masih berisiko atau LAR,” jelasnya.
Ia melanjutkan, sisa CKPN senilai Rp 44,03 triliun akan digunakan untuk pencadangan LAR sebesar Rp 256,62 triliun atau memiliki coverage 19%. Maka, BRI harus menjaga agar kredit yang tergolong LAR menjadi NPL lewat dari 19%.
Baca Juga: Penggunaan belanja modal BNI di sektor TI difokuskan pada semester II tahun ini
“Bila lebih dari itu, kami harus mencadangkan lagi. Makanya sekarang setiap tahun ada laba, tidak diambil semua tapi dicadangkan. Kita masih mau kpencadangan lagi. Kita mau lihat kalau Covid-19 tidak selesai, kita terus lakukan pencadangan,” tambahnya.
Pencadangan ini dilakukan untuk mengantisipasi risiko NPL di kemudian hari. Sunarso bilang bila kualitas kredit bisa terjaga dengan baik, maka pencadangan ini bisa diambil lagi sebagai laba persero.
Selanjutnya: Bos Bank Mandiri dan BRI sepakat saat ini perbankan dalam kondisi survival mode
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News