Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Sejumlah bankir menyatakan, tahun depan, rasio provisi atau biaya pencadangan bank masih akan naik. Hal ini untuk mengantisipasi beberapa risiko seperti ketidakpastian terkait ekonomi global.
Hingga kuartal III 2016, rasio provisi industri perbankan sebesar 106,5%, naik 569 bps dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kenaikan rasio provisi ini lantaran bank mengalokasikan kenaikan biaya pencadangan sebesar 28,78% year on year (yoy) menjadi Rp 139,2 triliun.
Selain itu, rasio provisi yang tinggi juga menunjukkan perbankan masih mengalami kenaikan kredit bermasalah alias non performing loan (NPL) 39 bps yoy menjadi 3,1%.
Jika dilihat per kelompok bank. Kenaikan rasio provisi ini terutama dikarenakan bank umum kelompok usaha (BUKU) IV atau yang mempunyai modal inti di atas Rp 30 triliun. Rasio provisi bank BUKU IV tercatat sebesar 152.93%.
Salah satu bank pelat merah, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) mencatatkan rasio provisi sebesar 143,2%, atau naik 3,6% yoy. Achmad Baiquni, Direktur Utama BNI mengatakan, ke depan, rasio provisi secara berharap akan dinaikkan.
“Tahun depan diharapkan rasio provisi BNI akan mendekati rasio provisi beberapa bank besar BUKU IV,” ujar Baiquni kepada KONTAN, Selasa (22/11).
Kata Baiquni, pencadangan ini untuk mengantisipasi adanya potensi kredit macet tahun depan. Sampai kuartal III 2016, NPL BNI sebesar 3,1% atau naik 30 bps secara yoy. Pada tahun depan, bank berkode saham BBNI ini mengharapkan NPL akan berada di bawah 3%.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nelson Tampubolon mengatakan, ada dua faktor yang mempengaruhi bank membentuk pencadangan yang lebih besar. Pertama, ketika bank memperoleh laba yang cukup besar.
“Kedua, jika bank mengantisipasi risiko kredit di masa mendatang akan tinggi,” ujanya, Selasa (22/11).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News