kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45908,54   -10,97   -1.19%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BTN Syariah Ditargetkan Spin Off Akhir 2023, Ini Alasannya


Jumat, 28 Juli 2023 / 12:48 WIB
 BTN Syariah Ditargetkan Spin Off Akhir 2023, Ini Alasannya
ILUSTRASI. BTN Syariah raih?penghargaan internasional The Best Islamic Project Finance House 2023 di ajang Euromoney Awards or Excellence 2023 di Dubai.


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) akan  melakukan spin off atau pemisahan BTN Syariah yang saat ini masih berstatus unit usaha syariah (UUS) sekitar akhir tahun 2023. 

Spin off akan dilakukan Bank BTN setelah memenuhi syarat dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 10 Tahun 2023 tentang pemisahan UUS yang barus saja terbit. "Kalau ditanya kapan runningnya, kita kejar akhir tahun 2023. Semeleset-melesetnya Maret 2024," ujar Direktur Utama Bank BTN Nixon LP Napitupulu, Kamis (28/7). 

BTN menargetkan aset BTN Syariah akan mencapai Rp 50 triliun pada akhir 2023. Dengan begitu, UUS tersebut sudah memenuhi kriteria untuk memisahkan diri dari induknya dan dijadikan Bank Umum Syariah (BUS). 

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah menerbitkan beleid baru terkait spin off yang tertuang dalam POJK 12/2023, sebagai turunan dari UU P2SK. Aturan ini tetap mewajibkan perbankan melakukan spin off terhadap unit usaha syariahnya, namun tidak lagi menggunakan tenggak waktu seperti aturan terdahulu. 

Aturan baru itu menetapkan UUS wajib dipisahkan menjadi BUS jika nilat asetnya mencapai 50% dari total nilai aset induknya, atau memiliki aset paling sedikit Rp 50 triliun. Pemisahan tersebut wajib dilakukan paling lama dua tahun setelah laporan keuangan triwulan terakhir yang menyebutkan total asetnya sudah memenuhi ketentuan.

Tahap Awal Konsolidasi dengan BSI

Nixon menambahkan, proses spin off ini akan jadi awal dalam kerjasama konsolidasi bank syariah BUMN dengan Bank Syariah Indonesia (BSI). Pasalnya, apabila pengalihan aset dilakukan secara langsung maka dampak finansialnya akan terlalu berat karena pajak yang harus dibayar sangat besar.  "Hitungan kita, (pajak yang harus dibayarkan) itu mencapai sekitar Rp 5 triliun hingga Rp 6 triliun, padahal transaksi kita cuma berapa." ujarnya.  

Ia bilang, hal itu sudah disepakati oleh Kementerian BUMN. Setelah BUS terbentuk baru selanjutnya Bank Syariah Indonesia (BSI) akan masuk dalam bentuk kerjasama equity atau penyetoran modal. Dengan proses tersebut maka tidak akan terjadi pengalihan aset yang beresiko tinggi. 

Sementara jika terjadi pengambilalihan aset oleh BSI maka dalam prosesnya akan dilakukan banyak akad ulang karena mengunakan pembiayaan akad dari Bank BTN. Di sisi lain, kata Nixon, ada tantangan juga dari sisi administrasi yang harus diperhatikan yakni akad Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang dilayani BTN Syariah. Jangka waktu pembiyaan rumah menjadi tantangan seperti urusan penerbitan sertifikat rumah.

Itu sebabnya, solusi yang diambil adalah BTN Syariah dispin-off menjadi BUS dan selanjutnya dilakukan kerjasama dengan BSI. "Ini sama halnya dengan yang sudah dilakukan perbankan syariah di lingkungan BUMN sebelumnya. Jadi solusinya clear dan itu lebih baik. Karena 3 bank syariah sebelumnya bukan pengalihan aset. Jadi pakemnya miripin dulu," jelas Nixon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×