kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Bukan cuma antar bank, persaingan uang elektronik kini merambah ke fintech


Selasa, 23 Oktober 2018 / 17:19 WIB
Bukan cuma antar bank, persaingan uang elektronik kini merambah ke fintech
ILUSTRASI. Aplikasi Pembayaran Digital BNI


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Istilah uang elektronik belakangan ini sudah semakin marak. Misalnya saja kartu prabayar atau pre-paid card yang diluncurkan oleh bank-bank besar untuk melakukan pembayaran jasa transportasi seperti tol, commuter line, dan TransJakarta.

Selain kartu prabayar, uang elektronik juga memiliki versi lain yakni uang elektronik berbasis server atau biasa dikenal dengan istilah dompet elektronik alias e-wallet.

Semakin tingginya penggunaan uang elektronik di tanah air pun diikuti dengan meluasnya pemain bisnis uang elektronik. Saat ini, bukan hanya bank saja yang saling bersiang, namun perkembangan perusahaan berbasis teknologi finansial (tekfin/fintech) pun juga menjadi tantangan tersendiri bagi perbankan.

Sebut saja beberapa produk uang elektronik non bank saat ini yang tengah digandrungi masyarakat seperti OVO, Go-Pay, DANA, T-Cash dan sejenisnya.

Kiprah jenis uang elektronik non bank tersebut tak kalah besar dibanding produk milik perbankan. Belum lagi, dari segi regulasi perusahaan tekfin cenderung lebih leluasa dalam melakukan pengembangan produk ketimbang perbankan.

Nah, alih-alih menghadapi disrupsi tersebut, sejumlah bank yang dihubungi Kontan.co.id lebih memilih untuk merangkul perusahaan tekfin untuk dijadikan rekanan.

Namun, ada pula bank yang terjun langsung agar dapat bersaing dengan perusahaan tekfin sambil melakukan kerjasama. Antara lain PT Bank Mandiri Tbk yang memiliki anak usaha sendiri untuk mengembangkan produk e-wallet perseroan bernama Mandiri e-Cash.

Sekadar informasi saja, eCash merupakan uang elektronik berbasis smartphone yang dapat digunakan tanpa harus membuka rekening bank.

Senior Vice President Transaction Banking and Retail Sales Bank Mandiri Thomas Wahyudi mengatakan saat ini eCash Mandiri memang dikelola oleh anak usaha Bank Mandiri di bawah bendera PT Digital Artha Media (DAMCorp).

"Saat ini eCash memang dijalankan oleh anak usaha Mandiri yang dikelola seperti Fintech, yaitu PT Digital Artha Media atau DamCorp," ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (21/10) lalu.

Alasan Bank Mandiri menunjuk DAMCorp untuk mengelola uang elektroniknya antara lain agar pengembangan yang dilakukan dapat lebih cepat dan mengikuti perkembangan teknologi yang ada.

Apalagi, Thomas mengatakan dalam industri sistem pembayaran, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dengan jumlah penduduk terbesar nomor empat di dunia. "Tentunya ini menjadi pasar yang sangat besar bagi jasa pembayaran apalagi didukung oleh regulator melalui gerakan nasional non tunai," ujarnya.

Kendati memiliki anak usaha sendiri di bidang Fintech, bukan berarti Bank Mandiri tidak menggandeng perusahaan serupa untuk mengembangkan bisnisnya. Misalnya saja, Bank Mandiri telah menggandeng beberapa pemain besar uang elektronik tanah air seperti Cashlez, Go-Jek dengan Go-Pay, OVO, DANA, dan Moka.

Beberapa sinergi yang dilakukan dengan perusahaan fintech tersebut mencakup pembayaran, infrastruktur atau acceptance, isi ulang saldo atau top-up bahkan hingga ke program promosi.

Contoh pengembangan eCash yang dilakukan Mandiri yakni dengan menggandeng perusahaan berbagi besar raksasa milik Naver Corp yaitu Line Messenger lewat Line Pay. Fitur dompet elektronik Line ini sudah terkoneksi dengan eCash Mandiri untuk layanan pembelian di aplikasi Line.


"Langkah Bank Mandiri adalah membangun competition dengan perusahaan fintech. Memang ada beberapa bagian kita yang sedikit kompetisi, tapi saya percaya lebih banyak bagian lain yang bisa dikolaborasi," sambungnya.

Thomas yang juga menjabat sebagai Presiden Komisaris DAMCorp ini pun optimistis ke depan tidak menutup kemungkinan Bank Mandiri bakal menggandeng kerjasama lebih luas lagi dengan Fintech untuk mengembangkan fitur uang elektronik.

Nah, apalagi ada bocoran kalau Bank Mandiri dalam waktu dekat akan meluncurkan fitur pembayaran berbasis quick response (QR) secara masif.

Wajar kalau Bank Mandiri semakin gencar menggenjot pengembangan uang elektroniknya, sebabnya kini transaksi melalui e-channel Bank Mandiri telah melebihi 90% dari total transaksi nasabah. Dus, potensinya pun bakal semakin besar ke depan.

Sekadar tambahan informasi, Mandiri eCash sampai dengan kuartal III-2018 lalu telah memiliki pengguna sebanyak 5 juta. Meningkat 8,6% dibandingkan periode tahun sebelumnya.

Dari jumlah tersebut, Thomas mengatakan total transaksinya sejak awal tahun hingga September 2018 sudah mencapai 2,9 juta transaksi.

Senada dengan Bank Mandiri, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) juga menyebut pihaknya sudah sejak jauh hari menggandeng kerjasama dengan perusahaan fintech untuk pengembangan uang elektronik berbasis server BNI yakni UnikQu dan juga alat pembayaran berbasis aplikasi BNI bertajuk Yap!.

Kepala Divisi Elektronik Perbankan BNI Anang Fauzi menuturkan pihaknya tidak pernah menganggap fintech atau startup adalah pesaing bagi perseroan. Malahan, BNI justru gencar melakukan sinergi dengan sejumlah start up.

Pasalnya, bila berbicara tentang uang elektronik, fintech pun membutuhkan bank untuk isi ulang. "Dari sisi merchant pun kami bisa saling isi, dengan semua fintech dan start up besar kami juga bekerjasama," tuturnya.

Misalnya saja, bank berlogo 46 ini sudah menggandeng perusahaan tekfin seperti Go-Jek, Tokopedia, OVO dan Grab untuk sistem pembayaran.

Namun, Anang mengakui kalau dari sisi regulasi pastinya bank akan lebih ketat karena bisnisnya sudah matang dan sejak lama ada. "Kalau fintech aturannya masih longgar, tapi regulator perlahan pasti akan atur," katanya.

Contohnya saja, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) menjamin seluruh bisnis perbankan lewat berbagai regulasi demi menjamin nasabah dan banknya sendiri. Penjaminan ini juga dilakukan dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang menjaga kesehatan bank serta menjamin simpanan nasabah.

"Alasannya, kalau bank itu jatuh atau collapse maka bisa berdampak kepada negara," katanya. Tapi kini, BI pun perlahan sudah mengatur fintech lebih ketat, utamanya untuk menjaga perlindungan konsumen.

Contohnya, BI mengeluarkan aturan 30% dana floating atau floating fund untuk operasional Fintech harus ditaruh di Bank BUKU IV. Menurut Anang, paling tidak dengan cara ini dana nasabah lebih terlindungi, tercatat dan terpantau.

BNI lewat Yap! juga sudah menggandeng Go-Food, kelak seluruh merchant Go-Food nantinya akan dapat menerima pembayaran menggunakan fitur QR milik Yap! BNI. Sebaliknya, merchant BNI juga akan dapat menerima pembayaran menggunakan fitur QR milik Go-Pay.

Sekadar informasi, walau terbilang baru sampai dengan September 2018 lalu, aplikasi Yap! sudah diunggah sebanyak 400.000 lebih dengan jumlah merchant sebanyak 300.000 dan nilai volumenya sudah menembus Rp 500 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×