kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.326.000 1,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bunga KUR bakal menyusut, bisnis BPR berpotensi terganggu


Kamis, 21 November 2019 / 20:26 WIB
Bunga KUR bakal menyusut, bisnis BPR berpotensi terganggu
ILUSTRASI. DPK Bank Perkreditan Rakyat (BPR): Suasana booth Perhimpuan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia dalam Inconesia Banking Expo, Sabtu (30/8). Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Juni 2014, jumlah DPK BPR di seluruh Indonesia mencapai Rp 52,12 tr


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) bakal menghadapi tantangan serius tahun depan. Alasannya pemerintah bakal menurunkan suku bunga kredit usaha rakyat (KUR) dari 7% menjadi 6% pada 2020 mendatang.

Tak cuma menurunkan suku bunga, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto pekan lalu juga mengumumkan total plafon KUR bakal ditambah secara bertahap hingga mencapai Rp 325 triliun pada 2004. Plafon kepada debitur mikro pun akan ditingkatkan dari Rp 25 juta menjadi Rp 50 juta.

Baca Juga: Terdorong kenaikan suku bunga, rasio BOPO di bank besar menanjak

Makin mininya bunga KUR ditambah nilai plafon yang menggemuk diakui sejumlah BPR bakal menganggu penyaluran kredit. Sebab, segmen KUR dan BPR menyasar segmen debitur yang sama: mikro. Terlebih suku bunga yang ditawarkan BPR bisa empat kali lipat di kisaran 23%-25% dibandingkan suku bunga KUR.

“Dengan penurunan suku bunga KUR tahun depan, tantangan BPR makin berat, pangsa pasar BPR juga akan makin tergerus,” Kata Direktur Utama PT BPR Hasamitra I Nyoman Supartha kepada Kontan.co.id, Kamis (20/11).

Pria yang akrab disapa Mansu ini menambahkan dalam beberapa aspek seperti suku bunga, SDM, dan teknologi BPR memang sulit bersaing dengan bank umum.

Baca Juga: Hore, LPS tetap mempertahankan tingkat bunga penjaminan rupiah sebesar 6,5%

Pun rasio kredit macet alias non performing loan (NPL) BPR juga masih sangat tinggi. Per Agustus 2019, Otoritas Jasa Keuangan mencatat dari total kredit yang disalurkan 1.579 BPR di tanah air senilai Rp 106,09 triliun, nilai kredit macet bersihnya (NPL net) mencapai Rp 7,81 triliun atau setara 7,36%.

Sedangkan nilai kredit macet kotornya (NPL gross) mencapai Rp 11,00 triliun atau setara 10,37% dari total kredit.

Rasio kredit macet BPR ini tercatat terus merangkak tiap tahunnya. Tercatat NPL gross pada 2015 sebesar 5,37%, 2016 sebesar 5,83%, 2017 sebesar 6,15%, dan 2018 sebesar 6,37%.

“Penyebab tingginya NPL BPR secara umum, karena usaha debitur yang mengalami kendala sehingga gagal bayar. Atau bisa juga sengaja dimacetkan karena debitur ambil kredit dari Tekfin,” lanjut Mansu.

Baca Juga: KSSK: Stabilitas sistem keuangan kuartal III 2019 terkendali

Meskipun bakal menghadapi tantangan serius, Mansu masih optimistis BPR masih punya nilai tambah. Khususnya soal jangkauan terhadap calon debitur yang lebih dalam yang bisa hadir di level RT/RW dibandingkan bank umum.

BPR Hastamitra pun masih mencatat kinerja yang mumpuni. Per September 2019 peresroan berhasil menyalurkan kredit senilai Rp 2,15 triliun dengan pertumbuhan 11,22% (yoy). Pertumbuhan kredit ini juga turut mendongkrak nilai aset perseroan menjadi Rp 2,47 triliun dengan pertumbuhan 13,12% (yoy).

Selain bekal kedekatan dengan calon debitur, Direktur PT BPR Supra Artapersada Andi Gunawan menambahkan agar tetap dapat bersaing, penurunan suku bunga KUR mau tak mamu memang bakal bikin BPR menekan suku bunga pinjamannya.

Baca Juga: OJK dorong merger Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Cirebon

“KUR memang tantangan berat buat BPR, selain mengandalkan kedekatan dengan debitur dan meningkatkan kecepatan dan proses kredit, salah satu strategi yang bisa ditempuh adalah dengan menurunkan suku bunga pinjaman,” katanya kepada Kontan.co.id.

Per September 2019, BPR Supra juga sejatinya mencatat kinerja yang baik. Pertumbuhan kredit perseroan tumbuh 13,59% (yoy) menjadi Rp 621,47 miliar. Sedangkan nilai asetnya tumbuh 12,48% (yoy).

Sementara, Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Joko Suyanto menambahkan saat ini pihaknya juga tengah mengembangkan model kerja sama antara BPR dengan sejumlah perusahaan teknologi finansial (Tekfin).

Baca Juga: Fintech P2P Avantee kerja sama dengan BPR Bahana Ekonomi Sentosa

Joko mengaku meskipun masih dalam proses pengembangan model bisnis, sejumlah BPR kini sudah menjadi penyedia dana ke beberapa Tekfin dengan nilai yang telah disalurkan berkisar puluhan miliar rupiah.

“Potensinya baik, meskipun volume yang sudah disalurkan memang masih kecil, sebab model bisnisnya memang masih diteliti dan dikembangkan. Karena meskipun bekerja sama dengan Tekfin, sebagi bank kami perlu melakukan mitigasi risiko yang baik dan mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan dana,” katanya kepada Kontan.co.id.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×