Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Sofyan Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belum lama ini Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyebut bunga perusahaan teknologi finansial (tekfin) atau financial technology (fintech) terlalu tinggi, yakni di atas 18%. Adapun alasan OK masuk dan mengawasi perusahaan fintech disebut semata-mata demi perlindungan konsumen.
Direktur Grup Inovasi Keuangan Digital dan Pengembangan Keuangan Mikro OJK Fithri Hadi mengakui memang untuk fintech peer to peer lending mengandalkan mekanisme pasar. Saat ini OJK memang belum mengatur bunga acuan untuk perusahaan fintech. “Kami lihat sisi lain dari brandingnya. Kalau di awal dicap buruk oleh masyarakat nanti susah melepas itu,” jelas Fithri pada Rabu (14/3).
Fithri berharap seluruh perusahaan fintech peer to peer lending melakukan keterbukaan informasi terkait risiko terhadap investor yang juga sebagai kreditur dan bunga terhadap debitur. Ia juga berharap, dengan proses digital harusnya bisa menekan biaya sehingga bisa menekan bunga.
Direktur Modalku Sigit Aryo Tejo menjelaskan, keberadaan fintech sejak awal memang untuk mengisi jarak bagi masyarakat yang belum mampu meminjam modal dari bank. Karena tidak ada jaminan, maka risikonya semakin tinggi. Belum lagi, masyarakat yang belum bisa meminjam modal dari bank, dinilai memiliki risiko tinggi pula.
Ia menekankan, posisi P2P lending juga tidak sedang beradu dengan bank. "Kalau sudah bisa minjam di bank ya di bank saja, lebih bagus," ujar Sigit.
Sigit mengungkapkan pihaknya terbuka terhadap opsi seandainya suku bunga pinjaman fintech diatur oleh OJK. Baginya, hal tersebut akan sangat positif bagi UKM. “Akan tetapi, kalau bunganya turun apakah ada yang mau investasi?,” kata Sigit.
Sementara itu CEO mekar.id Thierry Sanders secara terbuka mengatakan pihaknya tidak setuju dengan penetapan bunga acuan bagi P2P lending. Ia lebih memilih menyerahkan bunga tersebut pada mekanisme pasar yang ada.
Deputi Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Susiati Dewi mengungkapkan saat ini rasio net interest margin (NIM) bank saja sekira empat. Sementara NIM yang ada di P2P lending berdasarkan pengamatannya berada di angka sekira tujuh sampai delapan. Menurutnya, hal itu yang sebaiknya diatur.
Di sisi lain, Susiati mengapresiasi inovasi yang diciptakan oleh P2P lending yang menyediakan jasa keuangan dalam bentuk digital. Dengan umur P2P lending yang masih tergolong baru, maka inovasi itu diharapkan terus muncul.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News