Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Sofyan Hidayat
KONTAN.CO.ID - NUSA DUA. Rasio pinjaman bermasalah atau non performing loan (NPL) industri teknologi finansial (tekfin) atau financial technology (fintech) peer to peer lending mengalami peningkatan. Namun tingginya suku bunga dinilai bukan jadi satu-satunya penyebab.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida menilai ada banyak faktor yang bisa menyebabkan tersendatnya pembayaran yang dilakukan oleh peminjam. Misalnya saja dari bisnis sang peminjam yang memang sedang terganggu.
Sehingga kemampuan peminjam untuk memenuhi kewajiban juga ikut ngadat. "Jadi tidak atas satu faktor saja," kata Nurhaida, Senin (12/3).
Karena itu, ia berharap penyedia jasa peer to peer lending bisa meningkatkan mitigasi risiko. Selain itu juga sisi transparansi yang lebih kuat.
Dengan begitu, pihak pemberi pinjaman bisa mendapat gambaran yang lebih jelas soal bisnis dari pihak peminjam. Termasuk kondisi saat bisnis tersebut sedang seret.
OJK sendiri mencatat rasio pinjaman macet fintech naik dari 0,99% pada Desember 2017 menjadi 1,28% pada Januari 2018.
Wakil Ketua Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Adrian Gunadi menilai kenaikan NPL merupakan hal wajar. Hal ini pun dinilai sebagai sebuah gejala situasional.
Meski demikian, ia yakin ke depan perusahaan fintech bisa lebih memitigasi risiko pinjaman. Misalnya dengan memaksimalkan fungsi divisi pengelola kolektabilitas untuk mendorong peminjam agar disiplin mengembalikan pinjaman.
"Selain itu juga mitigasi di awal untuk dapat gambaran profil peminjam dengan lebih baik," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News