Reporter: Sanny Cicilia | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Dampak bangkrutnya lembaga keuangan Amerika Serikat (AS) dipastikan mempengaruhi perekonomian hampir seluruh negara. Tidak terkecuali Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari turunnya cadangan devisa negara kita. Dalam dua pekan pertama bulan September 2008, cadangan devisa Indonesia turun tajam.
Asal tahu saja, pada 28 Agustus 2008, cadangan devisa berada pada posisi US$ 58,35 miliar. Pada 5 September, cadangan devisa melorot drastis sebesar US$ 1,2 miliar menjadi US$ 57,15 miliar. Yang menyedihkan, penurunan itu tidak berhenti sampai situ saja. Sepuluh hari kemudian (15/9), cadangan devisa turun lagi sebesar US$ 350 juta ke posisi US$ 56,8 miliar. Itu artinya, selama dua pekan pertama September 2008, cadangan devisa negara kita sudah menyusut US$ 1,5 miliar atau sekitar Rp 13,95 triliun.
Direktur Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Made Sukada mengatakan, pada dasarnya, cadangan devisa dipakai untuk dua transaksi pokok. Yaitu membayar utang valas pemerintah dan untuk stabilisasi rupiah. Sayang, Made mengaku tidak mengetahui porsi mana yang lebih besar.
Selain itu, selisih kurs juga mempengaruhi penurunan uang yang ada di cadangan devisa. Selama dua pekan itu, Dolar Amerika memang sedang jaya-jayanya dan mengakibatkan turunnya nilai uang dalam cadangan devisa yang disimpan dalam kurs non-Dolar. Namun, Made mengatakan, selisih kurs ini tidak menyebabkan penyusutan nilai signifikan.
Sementara itu, Head of Market Treasury ANZ Panin Bank Willing Bolung mengatakan hal senada dengan Made. Willing bilang, selain untuk intervensi ke pasar rupiah, cadangan devisa juga seret mengalami kenaikan karena menyempitnya surplus perdagangan. "Sepertinya, hampir semuanya memang dipakai untuk menjaga rupiah setiap hari," kata Willing. Yang pasti, kalau tidak dijaga BI, rupiah tidak bisa menikmati posisi di bawah Rp 9.500 per dolar AS.
Baik Made maupun Willing menilai, gejolak pasar mengalami puncaknya pada saat kejatuhan Lehman. "Saat itu, pasar panik dan dana asing keluar dari investasi jangka pendek seperti Sertifikat Bank Indonesia," kata Made. Namun, setelah itu, trennya berubah karena banyak investor yang memilih investasi jangka panjang seperti Surat Utang Negara (SUN).
Mereka juga menilai, dalam beberapa hari terakhir ini, rupiah sudah semakin bisa menjaga diri. "Tugas BI tidak lebih berat dibanding tiga pekan lalu," kata Willing. Dia melihat, ke depannya, masih ada peluang penguatan mata uang non-dolar, termasuk rupiah. Jadi, ada peluang juga bagi cadangan devisa untuk menjaga berat badannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News