Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Untuk menjaga kredit macet atawa non performing loan (NPL) tidak meningkat dari saat ini yang sebesar 2,33%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) akan melakukan beberapa langkah.
Direktur Keuangan Bank BRI, Haru Koesmahargyo menuturkan, sampai semester I/2015, perseroan telah menganggarkan biaya provisi sebesar Rp 3,8 triliun atau naik 25% dibandingkan tahun lalu. Jika dihitung biaya provisi per NPL BRI pada semester I/2015 adalah 141% dari NPL.
“Sampai akhir tahun kita akan menjaga coverage ratio berada di level 150%,” ujar Haru saat memberikan paparan kinerja semester 1 2015 di Jakarta, Jumat (31/7).
Untuk mencegah kenaikan NPL di semester dua, BRI akan membentuk tim untuk melakukan restrukturisasi kredit.
Dengan dinaikkannya biaya provisi, diharapkan bisa menurunkan jumlah NPL perseroan. Apalagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan melakukan relaksasi aturan mengenai kemudahan restrukturisasi kredit.
“Jadi kebijakan OJK bisa berefek ke penekanan biaya provisi oleh BRI. Kalau misalnya yang goyang adalah prospek usaha kalau yang penting masih bayar itu masih dianggap lancar, sehingga bank tidak perlu mencadangkan biaya provisi yang terlalu besar,” sahut Wakil Direktur Utama BRI, Sunarso.
Nah, dengan adanya aturan tersebut, jumlah Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) BRI yang bisa dihemat kurang lebih sebesar Rp 200 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News