Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren perlambatan daya beli masyarakat kelas menengah terlihat semakin nyata. Hal ini tercermin dari data-data di perbankan pada periode paruh pertama tahun 2024 ini terkait konsumsi masyarakat.
Ambil contoh penyaluran kredit perbankan ke segmen Kendaraan Bermotor (KKB) yang terus menunjukkan tren perlambatan.
Pada awal tahun 2024 segmen KKB masih mampu tumbuh 12,7% secara tahunan (year on year/yoy), namun per Juni 2024 melambat menjadi hanya tumbuh 6,3% yoy per Juni 2024. Meskipun pada Juli 2024, segmen KKB mulai terkerek naik menjadi 8,15 yoy.
Baca Juga: Kelas Menengah Turun Kelas, Indonesia Bisa Susah Keluar dari Midle Income Trap
Sementara itu, dari sisi Kredit Pemilikan Rumah (KPR), tidak terlihat perlambatan, dimana per Juli 2024 KPR tumbuh 14,2% yoy, lebih tinggi jika dibandingkan per Januari 2024 yang tumbuh 12,6% yoy. Tren peningkatan ini kemungkinan dampak dari adanya insentif pembebasan pajak ditanggung pemerintah (PPN DTP) sebesar 100%.
Dalam rinciannya, KPR tipe 70 meter persegi (m2) ke atas yang tumbuh paling pesat, yakni mencapai 19,68% pada Juli, dari bulan sebelumnya yang tumbuh 10% per Juni. Sementara per Mei 2024 tumbuh 19,66% dan tumbuh lebih tinggi sebesar 23,79% pada April.
Adapun KPR dengan tipe 22-70 meter persegi menunjukkan tren pertumbuhan naik sebesar 12,88% pada Juli, naik dari 12,76% pada Juni dan 12,29% per Mei, serta lebih tinggi dari 10,83% per april.
Baca Juga: Masyarakat Kelas Menengah Banyak Turun Kasta, Emiten Ritel Kena Imbasnya?
Sementara itu, KPR tipe 21 menunjukkan kontraksi, per Juli terkontraksi sebesar 7,56%, naik dari kontraksi 6,95% pada Juni. Tapi tipe ini sebetulnya sudah jarang diluncurkan oleh pengembang dan itu pun hanya berlaku untuk rumah subsidi.
Di sisi lain, pengamat mengatakan daya beli masyarakat kelas menengah yang melemah tersebut dikarenakan pendapatan yang tertekan.
Hal ini terlihat dari data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang mencatatkan simpanan nasabah perbankan dengan nilai Rp 100 juta-Rp 200 juta menunjukkan tren perlambatan, dimana per Juli hanya naik 3,9%, melambat dari Juni yang naik 4%. Sementara per Mei tumbuh 4,1%, dan April tumbuh 3,9%.
Sementara itu simpanan di kisaran Rp 200 juta- Rp 500 juta juga menunjukkan tren yang melambat, dimana per Juli naik 3,6% dari sebelumnya tumbuh 4,3% pada Juni. Sementara per Mei tumbuh 4,1%, dan 4,4% dari April. Angka ini menunjukkan tren pertumbuhan yang terus melambat.
Baca Juga: Jaga Ekspansi,Kemenperin Dorong Percepatan Implementasi Kebijakan Pengamanan Industri
Adapun simpanan nominal di bawah Rp 100 juta menunjukkan tren peningkatan, dimana per Juli tumbuh 4,9% yoy, naik dari bulan sebelumnya yang sebesar 4,5% per Juni, dan 4,2% pada Mei dan 4,1% dari April.
Tapi kalau dilihat lebih jauh, segmen laju pertumbuhannya naik karena penambahan jumlah rekening cukup signifikan yakni 11% secara tahunan, tertinggi di semua tier.
Peningkatan ini kemungkinan disebabkan pengaruh banyaknya masyarakat unbankable yang mulai punya rekening bank atau penambahan anak-anak muda yang baru bekerja.
"Kalau saya melihat, pendapatan di kelas menengah ke bawah masih tertekan dan membuat fenomena makan tabungan masih berlanjut utk kelas menengah Bawah," ungkap Pengamat Perbankan Trioksa Siahaan kepada Kontan, Minggu (1/9).
Baca Juga: Bulan Depan, Pemerintah Tambah Kuota Rumah Subsidi Jadi 200.000
Di sisi lain Trioksa mengatakan, perlambatan simpanan tersebut juga sejalan dengan kebutuhan hidup masyarakat yang mengalami peningkatan baik dari sisi konsumsi rumah tangga, pendidikan maupun kesehatan terutama masyarakat yang memanfaatkan pendidikan dan kesehatan swasta non asuransi.
Sejumlah bankir juga mengaku, fenomena penyusutan alokasi dana tabungan masyarakat di perbankan dikarenakan alokasi kebutuhan sehari-hari yang lebih besar.
Tak ayal Ivan menyebut jika dibandingkan tahun 2019, masyarakat setidaknya rata-rata menyisihkan dana pendapatannya sebesar Rp 3 juta per bulannya, namun jumlah ini menurun menjadi hanya Rp 1,8 juta per bulannya dari pendapatan yang ada per April 2024.
"Kalau di Danamon kita sebutnya adalah segmen yang optimal (sampai Rp 50 juta) Ini kebanyakan nasabah-nasabanya millenials ya. Trennya sebenarnya meningkat, sekitar 8% sampai 10% dari tahun ke tahun, tapi tidak sekencang simpanan nasabah tajir atau prioritas," kata Ivan Jaya, Consumer Funding & Wealth Business Head Bank Danamon belum lama ini.
Baca Juga: REI Sebut Kuota Perumahan FLPP Mulai Habis
Sementara itu EVP Corporate and Social Responsibility PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mengatakan, simpanan samapi Rp 100 juta masih tumbuh 7% yoy Per Juni 2024.
Hera menyebut pertumbuhan rekening simpanan dengan nilai sampai Rp100 juta ini selaras dengan pertumbuhan jumlah nasabah individu baru. "Kami berharap rekening dengan nilai simpanan sampai Rp100 juta dapat terus tumbuh, sejalan dengan prospek pertumbuhan ekonomi nasional," ungkap Hera.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News