Reporter: Ferry Saputra | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren penurunan jumlah masyarakat ekonomi kelas menengah di Indonesia tengah menjadi sorotan. Penurunan daya beli kelas menengah juga sangat memengaruhi pengembalian pinjaman di fintech peer to peer (P2P) lending.
Dengan demikian, hal itu menyebabkan pengembalian tersendat. "Sangat berpengaruh. Ketika daya beli menurun, kemampuan membayar utang juga turun," kata Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda kepada Kontan, Selasa (3/9).
Nailul menerangkan orang akan cenderung fokus ke pengeluaran kebutuhan primer terlebih dahulu. Dengan demikian, utang di fintech P2P lending akan menjadi prioritas nomor sekian.
"Mereka juga tidak khawatir akan kehilangan barang karena tidak ada agunan di fintech P2P lending," katanya.
Baca Juga: Pinjaman Macet Fintech Lending Usia 35 Tahun ke Atas Meningkat, Begini Kata Pengamat
Oleh karena itu, Nailul menyampaikan fintech lending perlu kehati-hatian dalam meenyalurkan pinjaman dari lender ke borrower pada saat ini. Dia pun mengimbau agar fintech lending lebih berfokus pada perbaikan dalam credit scroing calon borrower guna menekan angka kredit macet.
Jika ditelaah dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pelemahan daya beli sepertinya sudah menerpa usia 35 tahun ke atas. Hal itu didasari dari outstanding pinjaman macet fintech P2P lending usia 35 tahun ke atas (lebih dari 90 hari) yang meningkat.
Tercatat, pada Juni 2024 sebesar Rp 676,27 miliar atau naik dari posisi Mei 2024 sebesar Rp 637,04 miliar. Posisi Juni 2024 juga meningkat dibandingkan posisi Juni 2023 yang sebesar Rp 584,93 miliar.
Selanjutnya: Tunda dan Kaji Ulang Subsidi KRL Berbasik NIK
Menarik Dibaca: Cara Beli E-Meterai CPNS 2024 di Skill Academy dan Cara Pembubuhannya, Tidak Sulit!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News