Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Siapa bilang perusahaan reasuransi umum nasional hanya menelan premi seujung kuku? Buktinya, dari hasil transaksi reasuransi, defisit premi ke luar negeri terus melorot, yakni dari 27% di tahun 2006 menjadi 22% di akhir tahun lalu. Artinya, perusahaan reasuransi nasional makin mampu menyerap dan mengelola risiko lokal.
Kepala Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), Isa Rachmatarwata melansir, dari total premi yang dilempar perusahaan reasuransi umum ke luar negeri senilai Rp 9,48 triliun di tahun 2010, sebanyak Rp 1,06 triliun di antaranya kembali dalam bentuk pendapatan komisi.
Klaim reasuransi dari perusahaan reasuransi luar negeri selama tahun lalu mencapai Rp 3,13 triliun. "Jadi, transaksi asuransi kita sebetulnya defisit Rp 5,28 triliun atau sekitar 22%, turun dibandingkan empat tahun lalu 27%," terang dia, ketika ditemui KONTAN, akhir pekan lalu.
Secara nominal, premi reasuransi yang dibuang ke luar negeri memang meningkat. Tetapi, itu diikuti dengan pertumbuhan pendapatan premi yang jauh lebih tinggi di dalam negeri. Indikatornya, rasio premi yang dibuang ke luar negeri dibandingkan yang diperoleh di dalam negeri turun menjadi 40% di 2010, dari 48% di tahun 2006.
Aktivitas back up asuransi tersebut merupakan hal yang lumrah, mengingat prinsipnya sebagai salah satu upaya penyebaran risiko. Semakin banyak reasuransi, berarti semakin tersebar pula risiko itu. Ini adalah tindakan pencegahan jika seluruh risiko yang dilindungi terjadi, asuransi dan reasuransi dalam negeri tidak akan rontok.
Toh, hanya beberapa produk asuransi yang memerlukan reasuransi ke luar negeri. Sebut saja, asuransi satelit, rangka kapal, teknik, penerbangan, serta minyak dan gas. "Sementara, produk asuransi dengan risiko lebih kecil, seperti asuransi kendaraan bermotor dan kesehatan dapat dikelola sendiri di dalam negeri," imbuh Isa.
Laporan tahunan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menyebutkan, industri reasuransi umum dalam negeri mengantongi pendapatan premi sebesar Rp 13,3 triliun selama tahun 2010. Sekitar Rp 12,1 triliun atawa lebih dari 90% dilempar ke reasuransi luar negeri.
Artinya, hanya Rp 1,2 triliun premi yang diolah reasuransi umum dalam negeri. "Cukup besar yang direasuransikan ke luar negeri. Apalagi, klaim reasuransi hanya Rp 4,4 triliun," kata Julian Noor, Direktur Eksekutif AAUI.
Harap maklum. Sebab, kapasitas reasuransi dalam negeri memiliki keterbatasan. Tengok saja, permodalan masing-masing perusahaan reasuransi lokal tidak lebih dari Rp 500 miliar. Reasuransi Indonesia (Reindo) yang tergolong perusahaan perusahan lokal terbesar hanya memiliki ekuiti Rp 300 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News