Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren pelemahan rupiah terhadap mata uang asing dolar Amerika Serikat (AS) masih terus berlanjut, hal ini berpotensi membayangi likuiditas valas di perbankan karena segelintir masyarakat memanfaatkannya untuk mengambil keuntungan dengan menjual dolarnya.
Sejumlah bankir membenarkan penguatan dolar AS terhadap rupiah secara tidak langsung akan mempengaruhi kondisi likuiditas bank, namun mereka juga menilai likuiditas valas bank masih terjaga dan memadai untuk mendukung kebutuhan kredit valas para debiturnya.
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) misalnya, sebagai bank yang memiliki focus segmentasi bisnis yang membutuhkan dana valas yang besar, bank pelat merah ini baru saja menerbitkan global bond senilai US$ 500 juta.
"Ini menjadi strategi BNI dalam mendiversifikasi sumber pendanaan dan ekspansi kredit dalam mata uang asing," ungkap Okki Rushartomo Corporate Secretary BNI.
Baca Juga: Pelemahan Rupiah Masih Berlanjut, Membayangi Likuiditas Valas Perbankan
Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) memastikan likuiditas valasnya masih terjaga, dan mampu memenuhi kebutuhan permintaan kredit valas.
"BCA berkomitmen memenuhi kebutuhan transaksi valas sesuai kebutuhan nasabah dalam berbagai jenis mata uang. Kami juga menjaga keseimbangan antara kecukupan likuiditas dengan ekspansi kredit yang sehat," kata Hera F. Haryn EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA.
Hera merinci, Nilai DPK valas BCA per Maret 2024 tercatat mencapai Rp 66,6 triliun atau sekitar 6% dari total DPK perseroan.
Baca Juga: Rupiah Melemah, BCA Sebut Likuiditas Valas Masih Aman
Pada periode yang sama, penyaluran kredit valas BCA mencapai ekuivalen Rp 44,7 triliun, setara 5,4% dari total portofolio pembiayaan perseroan.
Sementara itu Direktur Distribution and Funding PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Jasmin mengatakan likuiditas valas bank masih terjaga, dan dalam tren yang positif.
"Adanya valas di BTN hanya untuk memenuhi kebutuhan likuiditas, karena fokus utama ada pasa nasabah yang mayoritas butuh kredit dalam rupiah," ungkapnya.
Sebelumnya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melaporkan tren simpanan dalam valuta asing (Valas) mengalami penyusutan, hal ini seiring dengan tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
Pada 12 Juni 2024, rupiah bahkan sempat menyentuh level Rp 16.300 pada siang hari, namun bergerak menguat tipis ke level 16.290 setelah. Ini merupakan pelemahan ke level terendah dalam empat tahun terakhir sejak April 2020 yang mendekati Rp 16.000 per dolar AS
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya telah memproyeksikan tren pelemahan rupiah masih akan berlanjut di tengah volatilitas pasar keuangan global dan ketidakpastian ekonomi.
Baca Juga: Dolar AS Kian Perkasa, Apa Kabar Likuiditas Valas Perbankan?
Purbaya merinci per April 2024, kelompok tabungan valas di bawah Rp100 juta turun 4,57% yoy. Lalu, tabungan valas kelompok Rp 200 juta hingga Rp 500 juta juga susut secara signifikan hingga 13,26% yoy. Bahkan, dia menuturkan tabungan atas dua kelompok ini terus terkontraksi sejak Januari hingga April 2024.
Purbaya juga menyebut simpanan valas kelas menengah di bawah Rp 5 miliar hingga Rp 2 miliar juga terkoreksi. Dia menilai tren penurunan simpanan valas tersebut disebabkan masyarakat yang memanfaatkan momentum penguatan dolar untuk keuntungannya dengan menjualnya.
“Mungkin mereka sebagian take profit karena valas tinggi dijual atau perlu dana tambah untuk kegiatan mereka. Trennya turun dalam beberapa bulan terakhir,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News