Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belum ada setahun pemerintahan Prabowo Subianto, bank-bank BUMN telah memikul beban berat. Bagaimana tidak, beberapa program pemerintah menyasar bank-bank ini sebagai sumber pemberi pinjaman.
Bank-bank pelat merah ini terdiri dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN).
Belum lama ini, pemerintah bersiap menyuntikkan modal Rp 130 triliun untuk mendanai program 3 juta rumah. Modal akan disokong melalui sejumlah Bank Himbara. Pemerintah juga akan membentuk Koperasi Desa Merah Putih. Di mana, koperasi tersebut akan menyasar hingga 80.000 desa yang kira-kita membutuhkan anggaran hingga Rp 5 miliar untuk setiap desa.
Tak sampai di situ, bank-bank BUMN juga masih memikul tugas dari Ketua Satgas Hilirisasi sekaligus Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang mewajibkan bank membiayai proyek investasi hilirisasi. Namun, kewajiban ini tak terbatas bank BUMN tapi semua bank yang ada di Indonesia.
Baca Juga: Kopdes Merah Putih Bakal Meluncur, Bank BUMN Harus Siap Danai & Jaga Kualitas Kredit
Kala itu, Bahlil menilai untuk proyek hilirisasi sebisa mungkin untuk memakai sumber dana dari APBN. Alhasil, sumber-sumber pembiayaan lain dari perbankan memang bakal menjadi salah satu sumber utama untuk hilirisasi.
Terakhir, tugas berat yang bakal diemban bank BUMN adalah rencana pemerintah untuk membuat produk pinjaman baru untuk Pekerja Migran Indonesia (PMI). Di mana, ini melengkapi Kredit Usaha Rakyat (KUR) PMI yang memiliki syarat yaitu sudah memiliki kontrak kerja ke luar negeri
Adapun, produk pinjaman baru ini tidak memiliki syarat tersebut agar nantinya bisa digunakan untuk dana pelatihan maupun tiket keberangkatan.
Pengamat Perbankan & Praktisi Sistem Pembayaran Arianto Muditomo menilai bank Himbara berpotensi mengalami peningkatan kredit macet hingga tekanan terhadap kualitas aset profitabilitas jangka panjang jika dibebankan tugas berat menyokong program pemerintah.
"Program pemerintah umumnya memiliki orientasi sosial yang tinggi namun belum tentu layak secara komersial. Bila program ini tidak disertai skema penjaminan risiko yang cukup atau kompensasi fiskal, maka bank Himbara berpotensi menghadapi kenaikan rasio kredit bermasalah (NPL), tekanan likuiditas, serta ketidakseimbangan antara risiko dan imbal hasil," ungkapnya kepada kontan.co.id, Rabu (9/7).
Selain itu, kata pria yang akrab disapa Didiet, risiko politisasi keputusan bisnis juga meningkat, yang dapat mengganggu prinsip kehati-hatian (prudential banking) dan independensi manajemen bank.
Di sisi lain, Bank Himbara juga jadi kontributor utama setoran dividen BUMN ke kas negara. Sebagaimana diketahui, untuk tahun buku 2024 BRI membagikan dividen dengan rasio 85,32% dari laba senilai Rp 60,64 triliun. BRI menyetorkan 53,18% dividennya ke holding BUMN yakni Danantara sekitar Rp 27,51 triliun.
Baca Juga: Danantara Dikabarkan Tunjuk 4 Bank untuk Koordinasi Pinjaman US$ 10 Miliar
Kemudian, Bank Mandiri membagikan dividen senilai Rp 43,51 triliun atau setara 78% dari laba bersih Rp 55,78 triliun. Sebesar 52% nya dialirkan ke Danantara atau sekitar Rp22,63 triliun.
Sementara, Bank Negara Indonesia (BBNI) menebar dividen tunai Rp13,95 triliun atau setara 65% dari laba bersih 2024 yang senilai Rp21,46 triliun. Sebesar Rp 8,37 triliun atau 60% nya diberikan kepada Danantara.
"Tekanan muncul karena besarnya penugasan pemerintah—seperti pembiayaan program 3 juta rumah, koperasi desa, hingga pembiayaan strategis UMKM yang tidak selalu diimbangi dengan margin bisnis yang sehat. Di saat yang sama, bank-bank ini tetap diminta menyetor dividen ke holding BUMN seperti Danantara, yang bisa mempersempit ruang ekspansi modal organik," kata Didiet.
Didiet melanjutkan, ketergantungan pada penugasan yang bersifat politis ini turut menekan margin keuntungan, mengganggu alokasi portofolio pinjaman yang seharusnya berorientasi pada profitabilitas, dan menimbulkan tekanan terhadap rasio kecukupan modal (CAR).
Pada kuartal I/2025 CAR BRI tercatat sebesar 24,03%. Namun, jika dilihat dari tahun 2021, terjadi tren penyusutan CAR dari 27,16% pada 2021, kemudian 25,54% pada 2022, 27,27% pada 2023, dan 26,63% pada akhir 2024. Adapun modal inti BRI mencapai Rp 222,01 triliun di kuartal I ini. Capaian ini menurun dari 241,04 triliun di 2024.
Rasio kecukupan modal Bank Mandiri pada kuartal I tahun ini tercatat berada pada level 17,3%. Jika dibandingkan dengan kondisi sejak 2021, capaiannya terlihat terus menyusut. Sebagai rincian, CAR BMRI pada 2021 sebesar 19,6%, 2022 sebesar 19,5%, 2023 sebesar 21,5%, dan 2024 sebesar 20,1%. Adapun modal inti Bank Mandiri di kuartal I ini capai Rp 259,01 triliun. Menyusut dari 2024 sebesar Rp 286,91 triliun.
Sementara, BNI mencatatkan rasio CAR sebesar 22,3% pada kuartal I-2025, terdapat peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 20,5%. Apabila dibandingkan dengan akhir tahun lalu, juga terdapat kenaikan dari 21,4%. Adapun modal intinya sebesar Rp 153,78 triliun di kuartal I, meningkat dari modal inti di 2024 sebesar Rp 147,43 triliun.
Menurut Didiet, meskipun secara teknikal CAR mereka tampak kuat, kemampuan jangka menengah untuk terus mendanai proyek pemerintah bisa tergerus tanpa adanya penambahan modal baru atau insentif fiskal tertentu.
Hal ini turut diperparah dengan kondisi likuiditas yang mengetat di tengah kondisi suku bunga tinggi dan perlambatan pertumbuhan dana pihak ketiga.
Didiet menyebut, jika bank Himbara terus dipaksa untuk ekspansi kredit tanpa dukungan likuiditas tambahan atau kompensasi fiskal, maka tekanan terhadap loan to deposit ratio (LDR) dan kebutuhan pendanaan akan meningkat tajam.
Adapun Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Budi Frensidy menilai, permodalan bank Himbara masih kuat hingga beberapa tahun ke depan selama assignment-nya tidak besar jumlahnya.
"Namun jika tidak dikalkulasi dengan baik, akan memberikan sentimen negatif kepada investor saham," kata Budi.
Selain itu, kreditnya juga disebut bisa menjadi NPL karena tidak dievaluasi secara layak seperti kredit bank pada umumnya.
Sementara itu, Corporate Secretary BMRI M Ashidiq Iswara menyampaikan, bahwa Bank Mandiri selalu menyambut baik setiap kebijakan dan inisiatif pemerintah yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Sebagai bagian dari ekosistem perbankan nasional, BMRI berkomitmen untuk menjalankan peran secara optimal dalam mendukung kebijakan tersebut.
Dalam menjalankannya, BMRI akan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam menerapkan manajemen risiko yang efektif. BMRI juga memastikan bahwa setiap langkah bisnis yang diambil selalu berlandaskan pada tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG) serta sesuai dengan ketentuan dan regulasi yang berlaku.
Terkait dampak terhadap kinerja keuangan dan operasional, Ashidiq menyebut, BMRI akan terus melakukan penyesuaian strategi untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan bisnis yang sehat dan mitigasi risiko.
"Kami terus memperkuat fundamental bisnis, meningkatkan efisiensi operasional, serta menjaga kualitas aset agar tetap sehat dan berkelanjutan," katanya.
Ashidiq mengatakan, dengan pendekatan ini, BMRI yakin dapat terus memberikan nilai tambah bagi seluruh pemangku kepentingan, termasuk nasabah, pemegang saham, dan masyarakat luas.
BMRI juga disebut akan menjaga rasio CAR Bank Mandiri tetap optimal di kisaran 18%–20%. Hal ini merupakan bentuk upaya perseroan dalam memastikan kecukupan permodalan sekaligus mendukung pertumbuhan berkelanjutan.
Belum lama ini, Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan, bahwa operasional bank BUMN akan tetap memperhatikan kepentingan pemegang saham di luar pemerintah, meskipun pengelolaannya beralih ke Danantara.
"OJK meminta bank untuk terus meningkatkan kinerja, profesionalisme, serta pelayanan kepada nasabah" ujar Dian.
Dia menegaskan, bahwa perbankan tetap harus mematuhi regulasi dan prinsip kehati-hatian (prudential banking) yang menjadi pedoman mengikat bagi industri perbankan, termasuk bank-bank BUMN dalam menjalankan bisnisnya.
Selanjutnya: Waspada Risiko Utang Jatuh Tempo pada Masa Pemerintahan Prabowo, Bisa Gagal Bayar?
Menarik Dibaca: 5 Manfaat Sarapan saat Diet Tubuh, Cegah Keinginan Ngemil Tengah Malam
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News