kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dimodali asing, bank-bank baru hasil merger berebut segmen kredit UMKM


Minggu, 22 September 2019 / 16:26 WIB
Dimodali asing, bank-bank baru hasil merger berebut segmen kredit UMKM
ILUSTRASI. Sejumlah bank baru hasil merger yang dimiliki investor asing berebut segmen kredit UMKM.


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah lembaga keuangan asal Jepang dan Korea Selatan tengah gencar berinvestasi dan mengonsolidasikan sejumlah bank lokal. Yang menarik, tak sedikit dari bank anyar hasil merger tersebut sama-sama membidik industri UKM sebagai bisnis intinya.

Selain soal basis industri UKM yang mumpuni di tanah air, pertumbuhan ekonomi di negara-negara Asia Tenggara khususnya Indonesia yang konsisten memang jadi daya tarik sendiri bagi investor-investor asal Asia Timur tersebut.

“Industri perbankan di Indonesia menarik karena memiliki pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang baik dan populasi terbesar di ASEAN. Selain itu, margin bunga bersih (NIM) industri perbankan di Indonesia juga relatif masih tinggi,” kata Deputy General Manager & Executive Vice President dan Head of Global Corporate Banking & Financial Institution MUFG Jakarta Branch Pancaran Affendi kepada Kontan.co.id.

Baca Juga: Lembaga keuangan asal Korea getol mengakuisisi bank nasional

Sementara itu, dua bank anyar hasil merger yaitu PT Bank IBK Indonesia Tbk (AGRS), dan PT Bank Oke Indonesia Tbk (DNAR) telah menyatakan diri untuk menyasar segmen UKM untuk menopang bisnisnya.

Bank IBK Indonesia merupakan bank hasil penggabungan PT Bank Agris Tbk (AGRS), dan PT Bank Mitraniaga Tbk (NAGA) yang dimodali oleh Industrial Bank of Korea (IBK).

Saat grand launching Bank IBK Indonesia di Hotel Shagri-La, Kamis (19/9) lalu, Chairman & CEO IBK Bank Kim Do Jun bahkan menyatakan ambisinya agar Bank IBK Indonesia bisa menjadi bank spesialis UKM nomor wahid di Indonesia.

Baca Juga: Bank kecil gencar menyasar segmen konsumsi

“IBK akan berkontribusi dalam pengembangan ekonomi Indonesia dan membantu pertumbuhan UKM dengan dasar kemampuan keuangan UKM yang sudah kami miliki dan bina selama 58 tahun,” katanya.

Senior Executive Vice Preident IBK Bank Oh Hyuk Soo menambahkan sejak awal niat ekspansi di Indonesia pada 2017 pihaknya memang sengaja membidik bank-bank yang punya bisnis utama di segmen UKM. Ini sesuai dengan keahlian perseroan di negara asalnya.

“Maret 2017 kami membentuk tim untuk melacak bank yang punya potensi di Indonesia. Dari sana kami berhasil menemukan 13 calon bank, hingga akhirnya mengerucut kepada Bank Agris, dan Bank Mitraniaga,” katanya dalam kesempatan yang sama.

Selain menargetkan untuk bisa menjadi bank UKM nomor wahid, Bank IBK Indonesia juga ditargetkan untuk bisa menyumbang 25% profit overseas dan 15% aset overseas kepada IBK Bank pada 2023 kelak.

Target serupa juga dibidik oleh Bank Oke yang merupakan bank hasil penggabungan PT Bank Dinar Tbk (DNAR), dan PT Bank Oke yang dimodali oleh Apro Financial yang juga berasal dari Korea.

Baca Juga: Bankir tak sependapat dengan Bank Dunia Soal pengawasan konglomerasi keuangan

Bank Oke bahkan selangkah lebih maju. Bank ini telah diizinkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menerbitkan produk merchant loan dan payroll loan. Merchant loan ini yang bisa dimanfaatkan oleh para pelaku UKM.

Direktur Bank Oke Efdinal Alamsyah bilang, tak seperti kredit UKM konvensional, produk merchant loan ini ditargetkan menyasar para pelaku UKM yang beroperasi di platform e-commerce.

“Terkait merhcant loan, kami sudah bekerja sama dengan salah satu provider e-wallet. Ke depan adapula kerjasama dengan e-commerce seperti Tokopedia, Bukalapak, dan lainnya,” katanya kepada Kontan.co.id.

Baca Juga: Berlaku awal 2020, sejumlah bank masih berbenah untuk memenuhi PSAK 71

Meski baru saja meluncur, Bank Oke  memasang target di dua produk ini bisa menyalurkan pinjaman hingga Rp 100 miliar di akhir 2019. Sedangkan secara total Bank Oke menargetkan hingga akhir tahun bisa membentuk portofolio kredit hingga Rp 4,07 triliun, dan menghimpun DPK hingga Rp 2,50 triliun.

Dari catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kredit ke segmen UMKM memang terhitung pesat dan konsisten. Hingga semester 1-2019 penyaluran kredit ke segmen ini tercatat senilai Rp 1.1019,77 triliun, tumbuh 11,56% (yoy) dibandingkan semester 1-2018 senilai Rp 914,07 triliun.

Dengan catatan demikian, tak heran banyak bank anyar mau ikut mencicipi cuan dari segmen UKM. Namun, hal ini tentu tak mudah, sebab beberapa bank sejatinya telah mendominasi segmen ini.

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) misalnya merupakan pemimpin pasar di segmen kreddit UMKM. Per semester I-2019, bank pelat merah ini telah menyalurkan kredit UMKM senilai Rp 681,50 triliun, dengan pertumbuhan 13% (yoy). Nilai tersebut setara 76,72% total portofolio kredit yang disalurkan senilai Rp 888,32 triliun.

Jika membandingkan dengan catatan OJK, maka bank dengan aset terbesar di tanah air ini setidaknya menguasai 66,82% pangsa pasar kredit UMKM. Catatan ini tentu tak mudah dikalahkan oleh bank manapun.

Baca Juga: Perbankan Rogoh Miliaran Rupiah demi Memenuhi Aturan Main Baru

Lagipula, sebagai bank pelat merah, BRI juga punya keuntungan untuk menyalurkan kredit usaha rakyat (KUR) dari pemerintah. Tahun ini BRI punya jatah untuk menyalurkan Rp 86,97 trilun KUR. Sedangkan hingga Agustus 2019, penyaluran KUR di BRI telah mencapai Rp 67,6 triliun atau setara 77,73% dari target yang diberikan oleh pemerintah.

“Kami juga menawarkan suku bunga yang kompetitif serta responsif terhadap perkembangan pasar. Pada Agustus 2019 lalu kami sudah menurunkan SBDK (Suku Bunga Dasar Kredit) sebesar 50 bps agar tidak memberatkan nasabah, khususnya segmen UMKM,” kata Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo kepada Kontan.co.id.

Direktur Perbankan Komersial PT Bank Panin Tbk (PNBN) Edy Haryanto pun bilang penetrasi kredit ke segmen UMKM sejatinya tak mudah mengingat kompleksitas karakter bisnis industri UMKM.

“Kami sejak awal berdiri memang sudah menyasar segmen UMKM. Sehingga sudah memiliki model bisnis yang baik. Makanya kami tak terlalu khawatir dengan banyak bank baru yang mau menyasar segmen ini, karena memang perlu SDM, dan waktu yang panjang untuk bisa masuk ke sana,” katanya.

Apalagi Edy menambahkan saat ini, OJK sejatinya telah mewajibkan agar minimal 20% portofolio kredit perbankan bisa disalurkan ke UMKM. Namun, ketentuan ini nyatanya belum banyak dipenuhi bank.

Baca Juga: Demi naik kelas, sejumlah bank ini berlomba menambah modal di semester II-2019

Edy mengaku saat ini komposisi kredit UMKM sejatinya mendominasi portofolio kredit perseroan sebesar 45%. Sisanya berasal dari segmen korporasi 30%, dan konsumer 25%.

Meski demikian, Edy mengaku saat ini persaingan di segmen UMKM memang memang cenderung ketat. Ini pula yang membuat portofolio kredit Bank Panin tak tumbuh. Pertumbuhan kredit Bank Panin hingga Juli 2019 bahkan tak sampai 1%, tepatnya sebesar 0,81% (yoy). Dari Rp 133,08 triliun pada Juli 2018 menjadi Rp 134,17 triliun pada Juli 2019.

“Kami masih optimistis hingga akhir tahun di segmen SME komersial masih bisa mencatat pertumbuhan 8%-10%,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×