Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menggodok Peraturan OJK (POJK) terkait Bank Umum yang rencananya akan dirilis pada Juni 2021. Di dalam aturan yang akan menggantikan POJK sebelumnya itu akan diatur mengenai bank digital.
Permodalan bank digital salah satu yang akan diatur secara rinci. OJK telah mengungkapkan syarat permodalan bank digital. Untuk mendirikan atau melahirkan satu baru baru akan beroperasi secara digital penuh maka harus memiliki modal awal Rp 10 triliun.
Aturannya akan beda lagi kalau ingin mengkonversi bank tradisional menjadi bank digital. Jika bank tersebut berdiri sendiri maka modalnya cukup minimum Rp 3 triliun. Sementara kalau bank tradisional yang akan jadi bank digital itu merupakan bagian dari kelompok usaha bank maka hanya perlu membutuh modal Rp 1 triliun.
Baca Juga: Total utang bank Waskita Karya Rp 57 triliun per akhir 2020, upayakan restrukturisasi
"Modal Rp 10 triliun itu adalah syarat untuk bank yang baru berdiri. Aturan bank digital secara kelembagaan akan ada di POJK Bank Umum nanti," kata Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK Teguh Supangkat pada KONTAN, Kamis (6/6).
Dalam Webinar bertajuk "OJK Siapkan Aturan Bank Digital Tanpa Cabang Fisik" yang digelar pada 4 Mei 2021, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengungkapkan, pendirian bank baru ke depan, termasuk bank digital, akan diatur memiliki modal Rp 10 triliun.
Dia menjelaskan, sampai saat ini belum ada bank yang lahir sebagai bank digital, semua masih bank konvensional. Adapun aturan modal untuk mendirikan bank baru yang berlaku saat ini masih Rp 3 triliun dan sudah berlaku sangat lama.
Sementara dari hasil penelitian OJK ditemukan bahwa bank dapat beroperasi secara efisien, menghasilkan laba, serta memberikan kontribusi bagi ekonomi nasional jika modal yang dimiliki sekitar Rp10 triliun-Rp11 triliun.
Baca Juga: Laba bersih Bank Syariah Indonesia (BSI) tumbuh 12,8% pada kuartal I-2021
Heru bilang, bank dengan modal sekitar Rp 3 triliun baru bisa sekedar menghasilkan laba dan belum memiliki kontribusi terhadap ekonomi nasional."Jadi dalam POJK bank umum akan dikaitkan aturan jika mau mendirikan bank, termasuk bank digital, modalnya harus Rp 10 triliun," ujarnya.
Heru menggarisbawahi bahwa pengertian digital banking dan bank digital berbeda. Digital banking adalah pergeseran operasional dan layanan bank tradisional menjadi digital. Sementara bank digital adalah bank yang lahir dengan operasional secara digital tanpa perlu kantor cabang fisik.
"Saat ini belum ada bank yang betul-betul lahir sebagai bank digital. Kalau ada yang mau dirikan bank digital tidak perlu ada kantor cabang, cukup satu kantor pusat saja tetapi modalnya minimum harus Rp 10 triliun. Atau mereka bisa mengambilalih bank yang sudah ada tetapi tentu harus dengan seluruh ekosistem yang ada," jelas Heru.
Aturan lain mengenai bank digital yang akan diatur dalam POJK tersebut antara lain terkait pengaturan penggunaan data, tata kelola teknologi, manajemen risiko, cyber security, dan kolaborasi antar platform.
Baca Juga: Pemain fintech dompet digital giat berekspansi ke bisnis pembiayaan
Heru mengatakan, hal yang paling penting yang akan diatur dalam POJK itu adalah bagaimana tatanan industri bank digital tersebut dan bagaimana respon yang harus dilakukan jika terjadi fraud. "Jadi luas sekali yang akan kita atur dalam POJK Bank Umum ini," lanjutnya.
Dia menambahkan, selama ini perbankan di Tanah Air sudah mengarah pada transformasi layanan digital dan itu terakselerasi oleh kondisi pandemi.
Hasil penelitian OJK menunjukkan sekitar 56% bank telah siap melakukan transformasi ke layanan digital banking, 54% sudah mempersiapkan infrastruktur teknologi ke arah digital, dan 47% bank sudah mengarah ke digital.
Selanjutnya: Lakukan digitalisasi, bankir yakin pendapatan komisi bakal meningkat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News