kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Djarum, Lippo, Sinar Mas, siapa pemimpin pasar bisnis keuangan di Indonesia?


Senin, 23 September 2019 / 14:50 WIB
Djarum, Lippo, Sinar Mas, siapa pemimpin pasar bisnis keuangan di Indonesia?
ILUSTRASI. Aplikasi pembayaran OVO


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konglomerasi di Indonesia ramai-ramai masuk ke bisnis keuangan. Nama-nama besar seperti Djarum Group, Sinar Mas Group dan Lippo Group bahkan memiliki banyak perusahaan jasa keuangan mulai dari perbankan hingga platform fintech.

Sinar Mas Group melalui anak usahanya yang bergerak sektor keuangan, PT Sinar Mas Multiartha Tbk (SMMA) memiliki dua perbankan yaitu PT Bank Sinar Mas Tbk dan PT Simas Money Changer.

Tak cukup sampai situ, korporat besar ini mempunyai 10 perusahaan asuransi yang menyebar ke asuransi jiwa, asuransi umum, keagenan asuransi dan reasuransi.

Baca Juga: Digital Mediatama Maxima akan IPO pada 21 Oktober mendatang

Dari banyak asuransi, PT Asuransi Sinar Mas (ASM) menyumbang pemasukan besar bagi grup. Paruh pertama 2019 saja, asuransi umum ini kantongi pendapatan premi bruto Rp 5,08 triliun naik 51,19% yoy. Sedangkan laba setelah pajak meningkat 33,79% menjadi Rp 178,05 miliar.

Menyusul kontribusi Bank Sinar Mas yang mencatatkan pendapatan operasional Rp 1,78 triliun per Juni 2019. Walaupun dari sisi laba bersih justru turun hingga 90,06% menjadi Rp 22,10 miliar karena dipengaruhi kenaikan beban operasional sampai 68,26% di pertengahan tahun 2019.

“Dari semuanya, kontribusi terbesar masih dari ASM dan Bank Sinar Mas kalau di Sinar Mas Multiartha,” kata Direktur SMMA Dani Lihardja kepada Kontan.co.id, beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Formaksi perluas kerjasama dengan RS, peserta BPJS Kesehatan bisa naik kelas gratis

Gurita bisnis perusahaan yang didirikan Eka Tjipta Widjaja ini meluas ke multifinance. Ada sebanyak tujuh perusahaan yang didirikan.

Namun dalam beberapa tahun terakhir, Sinar Mas gencar memasuki pasar keuangan berbasis digital dengan mengembangkan tiga platform fintech lending, seperti PT Pasar Dana Pinjaman (Danamas), PT Oriente Mas Sejahtera (Finmas) dan PT Dana Pinjaman Inklusif (PinjamanGo).

Di bawah SMMA, kata Dani, layanan keuangan Sinar Mas Group sudah lengkap. Untuk menyinergikan seluruh bisnis tersebut pihaknya menghubungkan layanan fintech dengan modal ventura agar nasabah mendapatkan semua layanan yang ada.

Sinar Mas Grup memiliki tiga modal ventura yang siap menyuntikkan ke startup di Indonesia. Sebelumnya Sinar Mas masuk bisnis startup melalui Sinar Mas Digital Venture (SMDV).

Pada April 2018, SMDV membentuk perusahaan modal ventura dengan menggandeng Yahoo Jepang dan East Ventures, yang diberi nama EV Growth. Terbaru, ada PT Sinar Mas Ventura (SMV) yang telah kantongi izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Januari 2019.

Tak mau kalah, Lippo Group juga punya bisnis sejenis. Dia punya bank, asuransi hingga modal ventura. Namun dari sekian itu, yang paling menonjol saat ini adalah layanan fintech payment melalui PT Visionet Internasional atau dikenal dengan OVO.

Baca Juga: Angkat bos baru, OVO harus berpihak dan bermanfaat bagi Indonesia

OVO merupakan salah satu pemimpin pasar di bisnis payment. Direktur OVO Harianto Gunawan menyebut tahun lalu pengguna OVO meningkat 400% dalam setahun. Sementara volume transaksi OVO tumbuh 75 kali lipat di tahun 2017, atau sekitar satu miliar transaksi.

Selain bisnis pembayaran digital, OVO kemudian memperluas lini bisnisnya melalui pinjaman online. Platform milik group Lippo ini menyediakan layanan kartu digital bernama OVO PayLater dengan mengakuisisi Indonusa Bara Sejahtera atau Taralite.

Selain Lippo, Djarum Group ikut terjun ke bisnis keuangan. Konglomerasi yang dimiliki oleh Hartono bersaudara punya bank swasta terbesar di Indonesia, yaitu PT Bank Central Asia Tbk (BCA).

Dari bank beraset Rp 867 triliun per Juli 2019 ini telah melahirkan beberapa anak usaha, seperti dua multifinance, dua asuransi baik umum dan jiwa serta modal ventura.

Djarum Group mendirikan dua perusahaan modal ventura, yaitu GDP Ventura, sementara Central Capital Ventura (CCV) merupakan anak usaha BCA. Menurut catatan Kontan, Sampai Agustus 2019, CCV telah membiayai sebanyak 15 startup.

"Perusahaan pasangan usaha yang dibiayai oleh CCV bergerak di bidang fintech, artificial intelegence (AI), insurtech, dan switching," jelas Direktur CCV Michelle Suteja.

Baca Juga: OVO tunjuk Karaniya Dharmasaputra sebagai presiden direktur baru

Melalui GDP Ventura, Djarum mempunyai sistem pembayaran online dengan nama Kaspay. Ini merupakan layanan tranfer uang, pembayaran serta pembelian pulsa dan paket data secara online. Sedangkan dari BCA, perusahaan rokok ini juga punyai produk payment lainnya seperti Sakuku dan BCA Flazz.

Besarnya jaringan bisnis keuangan konglomerasi ini nyatanya telah diawasi oleh OJK untuk masing-masing sektor keuangan, seperti pengawasan bank, Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) maupun pasar modal secara terintegras.

Mengutip catatan Kontan.co.id, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK III Slamet Edy Purnomo bilang bahwa otoritas mengawasi konglomerasi setiap waktu yang difokuskan pada hal material dan ukuran, di mana saat ini tersisa 48 konglomerasi.

Edy bilang, definisi konglomerasi keuangan sendiri merupakan perusahaan-kebanyakan berupa grup perusahaan yang memiliki kepemilikan maupun penguasaan terhadap beberapa lembaga jasa keuangan dengan total nilai aset di atas Rp 2 triliun.

Baca Juga: Grab Bakal Konsolidasikan Dana dan OVO, LinkAja Andalkan Kekuatan BUMN

“Konglomerasi tersebut kemudian ditentukan entitas utama oleh OJK. Ia yang mengonsolidasikan semua laporan dan profil risiko secara konglomerasi. Misalnya Grup Astra punya lembaga pembiayaan, asuransi, bank, namun entitas utamanya adalah Bank Permata karena punya ukuran yang lebih besar dari seluruh entitas di Grup Astra,” jelas Edy.

Edy menjelaskan dalam pengawasan terintegrasi ada enam tahap yang dilakukan. Pertama, menentukan apakah sebuah perusahaan bisa ditetapkan sebagai konglomerasi.

Kedua, jika masuk kategori konglomerasi, perusahaan OJK akan menilai profil risikonya dari laporan-laporan internal perusahaan. Ketiga, perencanaan pengawasan dibuat.

Keempat, OJK akan melakukan pemeriksaan langsung, mengonfirmasi profil risiko dari laporan perusahaan. Kelima, OJK akan memperbarui data dari hasil konfirmasinya, dan terakhir pengawasan bisa dimulai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×