kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dolar AS Menguat Terhadap Rupiah, Transaksi Valuta Asing di Perbankan Makin Kencang


Rabu, 15 Juni 2022 / 18:12 WIB
Dolar AS Menguat Terhadap Rupiah, Transaksi Valuta Asing di Perbankan Makin Kencang
ILUSTRASI. valas di bank


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Transaksi valuta asing di perbankan semakin semarak di tengah pelemahan nilai tukar rupiah. Lantaran, valas masih digunakan untuk kebutuhan bisnis maupun penopang perekonomian.

Nilai tukar rupiah di pasar spot masih dalam tekanan. Rabu (15/6), rupiah spot ditutup di level Rp 14.745 per dolar Amerika Serikat (AS). Ini membuat rupiah melemah 0,31% dibandingkan penutupan Selasa (14/6) di Rp 14.699 per dolar AS.  

Sepanjang tahun ini, rupiah sudah melemah 3,38%. Namun, sejumlah perbankan pun mencatatkan kenaikan volume valas di tahun ini.

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) mencatat volume valas yang ditransaksikan secara keseluruhan masih tumbuh 16,9% year on year (YoY) per Mei 2022. Sekretaris Perusahaan BRI Aestika Oryza Gunarto menyatakan jenis valuta asing yang paling ramai ditransaksikan masih didominasi oleh dolar AS.

“Dolar AS berkontribusi 78% dari total transaksi. Sedangkan beberapa mata uang lain yang ditransaksikan seperti euro, poundsterling, dolar Singapura, dolar Hong Kong, China yuan, yen Jepang, ringgit Malaysia dan baht Thailand,” ujarnya kepada Kontan.co.id pada Rabu (15/6).

Baca Juga: Jelang Pengumuman Kebijakan The Fed, Pasar SBN Masih Tertekan

Lanjutnya, BRI pengelolaan valas dengan prudent dengan prinsip kehati-hatian untuk meminimalisir risiko volatilitas pasar. Lantaran tetap mendukung kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga volatilitas pasar.

“Dalam beberapa waktu ke depan transaksi valas diperkirakan akan tetap tumbuh, ditunjang oleh harga komoditas yang masih tinggi dan didukung pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil,” tambahnya.

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk melihat, khusus untuk segmen ritel, pelemahan rupiah telah diantisipasi oleh pasar. Adapun Evi Dempowati, Senior Vice President Retail Deposit Product and Solution Group Bank Mandiri menyatakan, sehingga efek pelemahan rupiah pada transaksi remitansi valuta asing belum menunjukkan perubahan yang signifikan.

“Secara umum, Valuta Asing yang paling ramai di transaksi-kan tetap valuta AS Dollar dan transaksi didominasi untuk memenuhi kebutuhan pembayaran perusahaan sesuai underlying transaksi masing-masing,” paparnya.

Adapun PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menyatakan, transaksi valuta asing yang paling banyak dilakukan di BCA berhubungan dengan ekspor impor dan remitansi.

Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F. Haryn menyatakan, ke depannya, BCA berupaya untuk menjadi penyedia solusi perbankan tresuri yang dapat diandalkan dalam memenuhi kebutuhan nasabah.

 

“Baik terkait transaksi valuta asing, pasar modal, layanan kustodian maupun produk finansial lainnya,” tuturnya

Melihat kondisi mata uang dollar AS yang makin menguat Analis DCFX Futures Lukman Leong menyatakan sekarang waktu paling tepat untuk mengoleksi mata uang Paman Sam untuk short selling.

Ia melihat, aset safe haven seperti dolar dan emas akan semakin diburu saat ketidakpastian makin meninggi karena perekonomian dunia yang diproyeksi masih melemah. Juga, perekonomian AS dan Eropa yang diprediksi mengalami resesi. Belum lagi konflik antara Rusia-Ukraina, China-Taiwan, China dengan negara barat. Termasuk kenaikan bunga The Fed.

“Bukan rupiah yang melemah, tapi dolar AS yang sangat kuat. Karena kalau dibandingkan euro dan poundsterling (GBP), rupiah masih lebih baik. Saat ketidakpastian tinggi, kita sudah pasti merekomendasikan dolar AS,” paparnya kepada Kontan.co.id.

Baca Juga: Hingga Bulan Lalu, Bank Mandiri Catat Pertumbuhan Jumlah Nasabah Tajir Sebesar 7%

Dia menuturkan, penentuan dolar AS juga akan ditentukan pada rilis data inflasi. Sebab, pada akhir kuartal ketiga berbagai harga barang akan naik. Sehingga, saat ini waktu paling tepat untuk mengoleksi dolar AS untuk short selling.

Ia menilai, mata uang dolar Australia tidak akan terdepresiasi lantaran senasib dengan Indonesia. Sama-sama menjadi negara pengekspor komoditas dan memiliki surplus perdagangan yang cukup mendukung.

“Namun saat resesi dan ketidakpastian yang tinggi cash is the king, jangan investasi untuk hal-hal yang tidak perlu,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×