kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

DPK di bank BUKU I menyusut, karena persaingan pasar?


Rabu, 08 Juli 2020 / 19:46 WIB
DPK di bank BUKU I menyusut, karena persaingan pasar?
ILUSTRASI. Suasana transaksi nasabah di Bank Woori Saudara (BWS) Jakarta, Rabu (29/4). DPK di kelompok BUKU I mencatatkan realisasi penurunan DPK sebesar 3,44% yoy./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/29/04/2020.


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi

Tapi di samping itu semua, bisa saja terjadi pergeseran dana dari bank kecil ke bank besar sesuai dengan perspektif masing-masing nasabah. Hal ini menurut Ryan memang wajar terjadi, pasalnya perbankan merupakan industri yang digerakkan oleh pasar. 

Singkatnya, nasabah lah pada akhirnya yang memutuskan tempatnya untuk menitipkan dananya sesuai dengan penilaian masing-masing. Lagi-lagi hal ini terjadi karena persaingan terbuka, dan ditambah adanya pandemi Covid-19 membuat penilaian nasabah pun berubah-ubah terhadap perbankan. 

Baca Juga: Optimalkan dana PEN, Bank Mandiri fokus garap sektor pendukung padat karya

Dus, hal ini menjadi sebuah kewajiban bagi pengurus bank, maupun pemegang saham perbankan untuk memantau likuiditas. Apalagi, industri perbankan adalah industri yang padat modal, dengan kebutuhan akan pendanaan dan likuiditas yang tentu semakin besar dari waktu ke waktu. "Capital Planning dan Liquidity Planning itu harga mati," tegasnya.

Ryan juga mengilustrasikan, sepanjang sejarah perbankan di Indonesia tidak ada satu bank pun yang tutup karena permasalahan non performing loan (NPL), tetapi sejarah mencatat banyak bank yang terpaksa tutup ketika diterpa krisis pada tahun 1997-1998 akibat permasalahan likuiditas. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×