Sumber: KONTAN | Editor: Johana K.
JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pelaksanaan uji tuntas ulang atau re-due dilligence atas rencana divestasi PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) dan PT Asuransi kredit Indonesia (Askrindo).
Wakil Ketua Panitia Kerja Restrukturisasi DPR Arif Budimanta mengungkapkan, pihaknya masih perlu meninjau kembali beberapa aspek terkait BPUI. Misalnya saja, aspek hukum dan keuangan. "Kementerian BUMN dan kita minta melakukan re-due dilligence mulai dari perhitungan nilai wajar divestasi, restrukturisasi utang, sampai persoalan hukum yang ada," katanya, Rabu (17/2).
Arif bilang, proses re-due dilligence seharusnya bisa diselesaikan dalam waktu dua bulan. Namun, itu bisa saja molor, karena ada beberapa aspek yang perlu dicermati. Seperti perbedaan nilai BPUI dan Askrindo versi Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) serta penyelesaian restrukturisasi utang sebesar Rp 1,2 triliun. "Juga persoalan hukum tagihan Sudjono Timan yang tidak diketahui keberadaannya," tandas Arif.
Deputi Kementerian BUMN Bidang Perbankan dan Jasa Keuangan Parikesit Suprapto bilang, pihaknya mengharapkan kesepakatan antara BI dengan Kemenkeu segera tercapai. "Makin cepat makin bagus, dengan begitu, diharapkan realisasi hibah saham ke pemerintah bisa cepat dilakukan," tuturnya.
Jika divestasi telah dilakukan, BPUI dan Askrindo akan memberikan sumbangan berupa dividen. Maklum, kepemilikan saham pemerintah di atas 20%. "Kalau itu bisa masuk, ini bisa memperlancar unsur kapital dalam pendanaan, dan keuntungan bagi pemerintah, bisa mengambil dividennya," kata Parikesit.
Seperti Anda tahu, pada tahun 2008, DPR telah menyetujui divestasi BPUI dan Askrindo. Namun hingga sekarang, divestasi masih belum terlaksana. Salah satu sebabnya, ya itu tadi, restrukturisasi utang BPUI sebesar Rp 1,2 triliun. Angka itu mencakup utang pokok sebesar Rp 250 miliar dari pinjaman rekening dana investasi (RDI) pada 1997 dan ditambah bunga denda sekitar Rp 950,60 miliar.
Pinjaman tersebut, kini sedang dalam proses finalisasi oleh Kementerian Keuangan. Usulan pembayaran adalah dengan cara mencicil selama 20 tahun. Kemudian, akan ada fasilitas pembebanan bunga per 31 Desember 2006 dan tenggang waktu selama dua tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News