Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tengah membahas desain restrukturisasi perbankan demi memenuhi ketentuan Undang-Undang No.9 tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.
Menurut Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah, kini draft desain restrukturisasi bank sudah ada, namun masih ada beberapa masukan dan perlu diskusi lebih lanjut. "Masih dibahas di Kementerian Keuangan," katanya kepada Kontan.co.id Selasa (14/5).
Menurut Halim, kini LPS juga telah membentuk tim yang dipimpin direktur eksekutif untuk merangsang program restrukturisasi perbankan tersebut.
Desain ini dibutuhkan salah satunya untuk merancang besaran premi yang mesti ditanggung perbankan dalam rangka menanggulangi krisis sistem keuangan.
Dalam pasal 39 ayat (3) dinyatakan bawah penetapan kontribusi industri perbankan sebagai bagian dari premi penjaminan dilakukan sebelum program restrukturisasi perbankan diselenggarakan.
Sembari menyusun desain program restrukturisasi, Halim bilang pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga menyiapkan peraturan pelaksana premi ini yang akan dituangkan dalam bentuk peraturan pemerintah (PP).
"Rencananya nanti premi akan dibebankan per bucket, sesuai kategori aset dan total dana pihak ketiga (DPK). Namun ini masih belum fix," terang Halim.
Sebelumnya Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan menjelaskan pada dasarnya premi yang dibebankan kepada perbankan akan dihitung berdasarkan target dana yang ditetapkan pemerintah.
“Misalnya target dana yang dikumpulkan berdasarkan PDB 2017, apakah itu 1%, atau 3%, kemudian dikalkulasikan berapa kebutuhan dana, waktu, dan besaran premi yang mesti ditanggung bank,” jelasnya.
Menanggapi akan ditariknya premi tambahan kepada industri bank, Direktur Manajemen Risiko PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Bob Tyasika Ananta bilang ketentuan tersebut berpotensi menggerus profitabilitas bank.
“Intinya akan menambah biaya bank, apalagi kalau hitungannya menggunakan persentase DPK. Kalau biaya bank makin tinggi, maka konteksnya marjin makin tipis. Apalagi kalau tidak diikuti kenaikan bunga kredit,” kata Bob.
Direktur Keuangan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (BJTM) Ferdinan Timur Satyagraha juga menginginkan agar pemerintah dapat melakukan komunikasi lebih intens terkait implementasi dengan industri perbankan.
Sedangkan Direktur Keuangan dan Tresuri PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) Iman Nugroho Soeko menyatakan tambahan premi PRP ini sejatinya memberatkan industri perbankan.
Sebab, ia bilang bank sudah membayar premi simpanan ke LPS yang nilainya mencapai 20 bps dari simpanan, atau maksimum senilai Rp 2 miliar. Ditambah premi pengawasan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Lagipula ini juga tidak cocok dengan konsep bail in, karena seluruh industri perbankan mesti menaggung kegagalan dari satu atau dua bank yang bermasalah,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News