Reporter: Astri Kharina Bangun | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Tingkat efisiensi industri perbankan yang masih rendah telah berkontribusi pada penetapan suku bunga kredit yang tinggi. Gubernur BI Darmin Nasution menuturkan bentuk ketidakefisienan perbankan terlihat dari porsi penempatan bank di surat berharga dan instrumen moneter yang besar, padahal dana itu bisa dipakai untuk menyalurkan kredit.
Kepemilikan bank pada SBN dan instrumen moneter per Oktober 2011 masing-masing sebesar Rp 245,97 triliun dan Rp 415,48 triliun. Penempatan tersebut mencakup sekitar 31,40% dari total kredit per Oktober 2011 yang mencapai Rp 2.106,2 triliun. BI juga mencatat 60% instrumen moneter BI dikuasai 10 bank besar.
"Meskipun fungsi intermediasi berjalan, ketidakefisienan operasional perbankan melahirkan biaya ekonomi tinggi sehingga perekonomian menjadi kurang memiliki daya saing," kata Darmin, Jumat (9/12). Rasio BOPO perbankan per Oktober sebesar 86,44%. Angka ini lebih tinggi dari rasio BOPO rata-rata di Asean yang berkisar antara 40%-60%
"Meskipun fungsi intermediasi berjalan, namun ongkos pembiayaan mahal," kata Darmin. Hal tersebut tecermin pada suku bunga kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi yang masing-masing 12,09%, 11,66%, dan 13,40% per Oktober 2011. Padahal BI rate sudah mencapai 6%,
Lagi-lagi lebih tinggi dibandingkan negara tetangga. Malaysia tingkat suku bunga acuannya 3% sementara tingkat suku bunga kreditnya 6,5%. Sedangkan Filipina tingkat suku bunga acuannya 4,5% sementara tingkat suku bunga kredit bank 5,7%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News