Sumber: TribunNews.co | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
BANDUNG. Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Wilayah VI Bandung, Dian Ediana Rae, mengharapkan gerakan ekonomi syariah mampu mengatasi persoalan pengangguran serta kemiskinan lebih cepat.
"Ini bagian dari penanganan rentenir secara sistematis lantaran syariah antirentenir dan lintah darat," ujarnya pada kegiatan Fun Walk & Deklarasi Pencanangan Program Kampanye Nasional Gerakan Ekonomi Syariah (gres!) di Jabar dan Banten di Jalan Ir H Juanda, Dago, Bandung, Minggu (17/11/12013).
Menurutnya, berkurangnya praktik renterir bisa membuat roda ekonomi lebih sehat dan menguntungkan semua orang bukan hanya segelintir orang. Ia menanggap pungutan liar (ala rentenir) termasuk ekonomi biaya tinggi dan inefisiensi ekonomi yang luar biasa.
Karena itu, imbuhnya, kehadiran bank syariah yang bekerja sama dengan pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten atau kota mampu menciptakan lingkungan yang lebih kondusif untuk perkembangan perbankan dan lembaga keuangan syariah lainnya.
Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan, yang meresmikan pencanangan ini sepakat efektif untuk menghapus praktek rentenir. Aher, sapaan akrabnya, mengatakan Pemerintah Provinsi Jabar merencanakan agar penyaluran kredit cinta rakyat (KCR) juga bisa melalui bank syariah.
Penyaluran KCR melalui sistem syariah sekaligus sebagai dorongan untuk kinerja penyaluran KCR. Ia mengharapkan dengan cara itu KCR bisa menggapai dan memberdayakan kelompok masyarakat yang berada di pelosok.
Serupa dengan Ahmad Heryawan, Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, mengharapkan gerakan ekonomi syariah lebih memperhatikan usaha-usaha mikro. Ia mengaku Kota Bandung diwarisi orang miskin yang jumlahnya mendekati 500. Ia menyebutkan sekitar 60 persen pekerja sektor informal terjerat utang rentenir.
"Bunga (pinjaman) tinggi, 20 persen. Namun, semoga bisa melompat dari PKL (pedagang kali lima) menjadi pedagang formal tanpa jeratan sistem ekonomi yang merugikan," katanya.
Ridwan pun meminta supaya bank lebih agresif untuk mendatangi masyarakat untuk menawarkan pinjaman. "Bank juga (perlu) jemput bola dengan mengirim petugas bank mendatangi orang per orang. Ekonomi syariah kan begitu," ujarnya.
Berdasarkan data BI pada September 2013, aset perbankan syariah di Jabar mencapai Rp 27,49 triliun. Nilai itu naik 2,35 persen dibanding bulan sebelumnya.
Pangsa itu setara dengan 6,82 persen dari total aset perbankan di Jabar. Nilai aset perbankan syariah di Jabar itu lebih besar dibanding pangsa perbankan syariah nasional yakni 4,47 persen. Bahkan, persentase itu melampui target nasional hingga akhir 2013, yakni 5 persen.
Aset perbankan syariah nasional tercatat senilai Rp 269,43 triliun dari total aset perbankan nasional sebesar Rp 6.021,68 triliun. Finance to deposito ratio (FDR) atau rasio pembiayaan terhadap dana ketiga yang diterima oleh bank sebesar 106,25 persen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News