Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertumbuhan penyaluran kredit korporasi pada tahun 2025 diperkirakan tertekan akibat risiko perlambatan ekonomi yang masih menghantui bisnis korporasi. Hal itu sebagai dampak berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global.
Adapun berdasarkan laporan analisis uang beredar Bank Indonesia (BI), kredit korporasi perbankan di Tanah Air terlihat tumbuh melambat. Per November 2024. kredit korporasi hanya tumbuh 15,4% secara tahunan atau year on year (yoy) mencapai Rp 4.106,1 triliun, dari Oktober 2024 yang tumbuh 15,6% mencapai Rp 4.068,0 triliun.
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menilai, dengan kondisi daya beli masyarakat yang masih tertekan dan kondisi geopolitik global yang masih memanas, juga adanya ancaman inflasi, prospek kredit korporasi masih akan tertekan.
Baca Juga: Bank-bank yang Dikendalikan Investor Asing Beberkan Target Kredit di 2025
"Tantangan ke depannya seputar daya beli masyarakat yang belum membaik dan inflasi. Proyeksi pertumbuhan kredit korporasi juga sepertinya akan rendah di seputaran single digit dan akan lebih berat dibanding tahun ini," ungkap Trioksa kepada kontan.co.id, Jumat (27/12).
Trioksa menjelaskan, strategi yang perlu dilakukan pemerintah adalah bagaimana mendorong pemulihan daya beli masyarakat dan menggairahkan ekonomi kembali.
Menurutnya, tahun 2025 akan banyak tantangan dalam ekspansi kredit, bank harus dapat mengantisipasinya dan mencari alternatif potensi pendapatan di samping dari pendapatan bunga seperti fee based income.
Sejumlah perbankan pun mengakui, banyaknya tantangan yang dihadapi dalam penyaluran kredit korporasi di tahun 2025 yang membuat pertumbuhan penyaluran kemungkinan akan melambat.
Baca Juga: Penghimpunan DPK Perbankan Semakin Berat Saat Ada Kenaikan PPN Jadi 12%
Direktur OK Bank, Efdinal Alamsyah, menyampaikan, tantangan yang akan dihadapi perbankan di tahun depan antara lain, terjadinya pelemahan permintaan global dimana jika hal ini terjadi, maka ekspor Indonesia berpotensi menurun. Hal ini dapat mengurangi kemampuan membayar kembali perusahaan dan menghambat pertumbuhan kredit.
"Tantangan berikutnya adalah risiko kredit macet, di mana jika terjadi pelemahan ekonomi, risiko gagal bayar (NPL) bisa meningkat, terutama untuk sektor-sektor seperti properti, manufaktur, dan transportasi, dan juga jika terjadi kenaikan suku bunga acuan, hal ini akan akan menyebabkan biaya pinjaman korporasi akan meningkat," jabarnya.
Tantangan yang terakhir adalah ketidakpastian global dimana faktor-faktor eksternal seperti perang dagang, konflik geopolitik, atau gangguan rantai pasok bisa memengaruhi sentimen bisnis dan investasi, yang pada akhirnya berdampak pada penyerapan kredit.
Efdinal menyebut, prospek kredit korporasi tahun depan tetap ada, tetapi kemungkinan tingkat pertumbuhannya akan moderat. Pada tahun 2025 OK Bank Indonesia menargetkan pertumbuhan kredit korporasi sebesar 10% apabila dibandingkan dengan proyeksi realisasi kredit korporasi pada akhir tahun 2024.
Baca Juga: Emiten Ramai-Ramai Ajukan Pinjaman ke Bank pada Penghujung 2024
Adapun hingga akhir tahun ini kredit korporasi Bank Oke Indonesia diproyeksikan mengalami pertumbuhan sebesar 20% apabila dibandingkan dengan akhir tahun 2023.
Dalam menyalurkan kredit korporasi, OK Bank disebut Efdinal akan fokus pada sektor-sektor yang memiliki potensi pertumbuhan kuat, resilien terhadap pelemahan ekonomi, serta sektor-sektor yang mendukung agenda strategis pemerintah dan tren global.
Sektor-sektor tersebut antara lain, infrastruktur dan konstruksi, teknologi informasi dan komunikasi, manufaktur, kesehatan dan farmasi, pariwisata dan ekonomi kreatif, dan juga sektor properti dan real estate.
Efdinal menuturkan, dalam menjaga pertumbuhan kredit korporasi di tengah ketidakpastian ekonomi membutuhkan strategi yang seimbang antara agresivitas pertumbuhan dan mitigasi risiko, misalnya dengan melakukan diversifikasi portofolio kredit dengan mengurangi risiko konsentrasi pada sektor tertentu yang rentan terhadap pelemahan ekonomi, dan melakukan pengelolaan risiko yang lebin ketat agar dapat menekan rasio kredit bermasalah (NPL).
Selain itu, memastikan kualitas kredit tetap terjaga, yaitu dengan memperketat analisis risiko kredit, termasuk stres uji (stress test) untuk skenario ekonomi yang buruk dan memantau sektor-sektor rentan secara lebih intensif, seperti properti atau komoditas.
Baca Juga: Sambut Hari Antikorupsi Sedunia 2024, Askrindo Perkuat Komitmen Pencegahan Korupsi
"Bank juga memperkuat hubungan dengan nasabah korporasi, sehingga dapat meningkatkan loyalitas dan memperluas peluang bisnis dari klien yang sudah ada," tandasnya.
Sementara Presiden Direktur PT CIMB Niaga, Lani Darmawan mengatakan, pada tahun depan di perkirakan cost of fund masih tinggi dengan berbagai tantangan ekonomi. Oleh karena itu pihaknya akan fokus pada pertumbuhan kredit UMKM dan ritel
"Kami akan fokus pada pertumbuhan loan yang akan konsisten di UKM & ritel KKB KPM. Sementara kredit korporasi kami perkirakan tumbuh sekitar 5%-6% an saja," katanya.
Ari Rizaldi, Direktur Treasury & International Banking PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) atau BSI juga bilang, kalau di tengah tantangan ekonomi global korporasi akan menyesuaikan diri dari segi permintaan kredit demi tercapainya kondisi keseimbangan pasar.
Baca Juga: Meski Daya Beli Menurun, Kualitas Kredit Korporasi Lebih Terjaga
Walau demikian, dirinya melihat peluang penurunan suku bunga acuan terbuka lebar pada tahun depan, yang akan turut menjadi sentimen positif bagi penyaluran kredit korporasi.
"Komitmen kami sebagai bank yang menjalankan fungsi intermediasi pasti harus meningkatkan pembiayaannya (untuk segmen korporasi) pada 2025," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News