Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penurunan permintaan sedang menerpa industri batubara, terutama permintaan dari luar negeri. Alhasil, perbankan pun mulai pasang mata untuk melihat bagaimana prospek pembiayaan untuk perusahaan emas hitam ini.
Penurunan permintaan tercermin pada volume ekspor batubara Indonesia sepanjang Januari hingga April 2025 yang tercatat hanya 150 juta ton. Angka ini merosot 12% dibanding periode sama tahun lalu, atau turun sekitar 20 juta ton.
Di sisi lain, kredit ke sektor pertambangan, termasuk batubara masih mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi dibandingkan segmen lainnya.
Per Maret 2025, data BI mencatat pertumbuhan kredit ke sektor tersebut untuk kredit modal kerja mencapai 42,7% YoY dan kredit investasi tumbuh 18,5%.
Baca Juga: Terus Bertumbuh, Aliran Kredit ke Sektor Batubara Semakin Deras
Secara nilai, total kredit, baik itu modal kerja maupun investasi, untuk sektor pertambangan di periode yang sama senilai Rp 361,6 triliun. Angka tersebut berkontribusi sekitar 4,63% dari total portofolio kredit di perbankan.
EVP Corporate and Social Responsibility BCA Hera F Haryn mengatakan, pembiayaan ke berbagai sektor, termasuk batubara, tentu dilakukan secara prudent dan sesuai kaidah serta ketentuan hukum di Indonesia.
Lebih lanjut, ia menilai prospek industri batubara ke depan memang sangat bergantung kepada perekonomian global. Dalam hal ini, bagaimana dinamika geopolitik dapat mempengaruhi pasokan energi global.
“Pembiayaan BCA di sektor batubara dilakukan dalam rangka mendukung penyediaan pasokan listrik bagi masyarakat di seluruh pelosok,” ujarnya.
Hera mengungkapkan realisasi kredit batu bara saat ini berkisar di bawah 3% dari total portofolio kredit di BCA. Total kredit BCA di kuartal I/2025 senilai Rp 941 triliun. Artinya, kredit batubara BCA berkisar Rp 28,23 triliun.
“Secara nominal trennya cenderung menurun dibanding tahun lalu,” ujar Hera.
Baca Juga: Perbankan Masih Mencatatkan Pertumbuhan Kredit Tambang Batubara
Sementara itu, Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan mengungkapkan akan lebih dulu melihat secara keseluruhan dinamika dari perusahaan yang bersangkutan. Dalam hal ini, bagaimana cash flow serta committed sales dari perusahaan batubara.
“Termasuk bagaimana perusahaan tersebut mengantisipasi kondisi terkini. Sehingga bisa kami hitung apakah viable untuk fasilitas kredit,” ujar Lani.
Lani menambahkan saat ini CIMB Niaga tidak ada tambahan perusahaan baru. Alasannya, pihaknya kami juga mempersyaratkan untuk perusahaan-perusahaan yang dibiayai ini memiliki masa transisi ke bisnis hijau.
Hingga Maret 2025, kredit CIMB Niaga yang disalurkan ke sektor pertambangan senilai Rp 6,98 triliun. Nilai tersebut turun dari posisi Desember 2024 yang tercatat senilai Rp 7,37 triliun.
Baca Juga: Kredit Batubara di Bank Lokal Masih Membara
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan pun turut berpendapat bahwa perbankan tentu akan menyesuaikan pemberian kredit ke sektor tersebut jika memang penjualan batubara mengalami penurunan. Namun, ia mengingatkan bahwa tidak semua batubara diekspor.
Oleh karenanya, sektor-sektor batubara ini sejatinya masih menjadi tujuan ekspansi kredit karena produk tersebut masih dibutuhkan juga di dalam negeri. Terlebih, jika harga komoditas ini juga menunjukkan kenaikan.
“Semakin berisiko kalau harganya turun,” ujarnya.
Selanjutnya: Ekspansi Armada, Jaya Trishindo (HELI) Tambah 1 unit Helikopter Senilai Rp 10 miliar
Menarik Dibaca: 5 Cara Mencegah Depresi pada Remaja, Selalu Pantau Media Sosial Anak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News