Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto
Wimboh cuma menjelaskan, bank bisa dipaksa untuk melakukan konsolidasi jika membukukan kerugian, memiliki arus kas yang negatif, dan likudiitas ketat, hingga berpotensi menganggu kesehatan bank lainnya.
Sementara merujuk POJK 15/POJK.03/2017 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum, status BDPI akan disematkan kepada bank yang memiliki satu atau lebih dari indikator berikut: capital adequacy ratio (CAR) di bawah 8%, non performing loan (NPL) lebih dari 5%, kemudian rasio modal inti, giro wajib minimum (GWM) dan kesehatan bank yang tak sesuai ketentuan.
Mengacu indikator CAR, beberapa bank sejatinya mulai berada di titik nadir. PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (BEKS) misalnya, akhir tahun lalu rasionya berada di kisaran 9,01%. Sejumlah kewajiban tambahan modal penyangga perseroan sama sekali belum dipenuhi perseroan.
Meski demikian Direktur Utama Bank Anten Fahmi Bagus Mahesa bilang saat ini kinerja perseroan masih dalam kondisi positif.
Baca Juga: Modal bank cukup kuat, instrumen pandemic bonds mencukupi hadapi efek wabah corona
“Akhir Februari LDR kami masih cukup longgar sebesar 91%, pertumbuhan kredit juga sudah tumbuh 1,06% (ytd), kami juga bisa menurunkan beban bunga dengan penurunan DPK 4%, sehingga bisa menjaga pertumbuhan pendapatan bunga bersih,” katanya kepada Kontan.co.id.
Adapun terkait paksaan konsolidasi oleh OJK Fahmi bilang hal tersebut memang perlu dilakukan pemerintah di tengah pandemi COVID-19. Meski demikian ia menekankan agar kebijakan tersebut dilakukan dengan tujuan baik, yaitu menjaga stabilitas ekonomi melalui sektor industri perbankan.
Sedangkan ihwal modal, bank di kelas bank umum kegiatan usaha (BUKU) 1 ini juga tengah menyiapkan aksi rights issue untuk mempertebal permodalan.
Perseroan akan menerbitkan 400 miliar saham baru bernominal Rp 3 per lembar. Pascaaksi, Bank Banten menargetkan bakal dapat tambahan modal maksimum hingga Rp 1,2 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News