Reporter: Ferry Saputra | Editor: Yudho Winarto
Dari sisi pengguna, dia mengatakan paylater menjangkau 13 juta debitur atau 2 kali lipat dari penguna kartu kredit yang hanya sekitar 6 juta debitur.
Meskipun tersalip oleh bisnis paylater dan adanya penurunan penerbitan kartu kredit baru saat terjadi pandemi Covid-19, Shierly mengatakan isnis kartu kredit kini sudah kembali menggeliat.
Menurut Asosiasi Kredit Indonesia, saat pandemi Covid-19 pada 2020, penerbitan kartu kredit baru sejumlah 16,94 juta kartu, lalu pada 2021 tercatat 16,51 juta kartu, dan pada 2023 telah mencapai 17,41 juta kartu dalam waktu 4 bulan.
Baca Juga: OJK Sebut Banyak Anak Muda Punya Tunggakan Paylater, Ini Kata Pengamat
Dia mengungkapkan rata-rata orang menfaatkan kartu kredit untuk reward point di berbagai merchant atau mengumpulkan miles penerbangan. Dengan berakhirnya pandemi, kata dia, masyarakat mulai kembali liburan, nonton konser, entertainment.
"Artinya, bisnis pinjaman di Indonesia sangat menggiurkan. Dengan jumlah penduduk 270 juta, pengguna paylater baru mencapai 13 juta dan kartu kredit mencapai 6 juta debitur atau 7% dari populasi. Adaun jumlah gen-Z di Indonesia mencapai 68,66 juta dan jumlah milenial mencapai 69,38 juta menurut sensus penduduk 2020. Sehingga, potensi yang masih sangat besar untuk perkembangan bisnis pinjaman," ungkapnya.
Namun, Shierly menyampaikan sangat disayangkan bahwa pemberian fasilitas kartu kredit dan paylater belum diimbangi dengan literasi keuangan, pengelolaan keuangan personal yang baik, dan kedewasaan dalam mengelola kepercayaan.
"Dampaknya, penyumbang terbesar tingkat gagal bayar atau non-performing loan (NPL) paylater adalah anak muda usia 20-30 tahun atau 47,78% dari total NPL," katanya.
Shierly menerangkan jika terlambat atau gagal bayar pada paylater ataupun kartu kredit, berpengaruh pada kolektabilitas kredit mereka di SLIK Checking.
Baca Juga: Strategi Kredit Macet Fintech Pembiayaan
Dengan demikian, banyak terjadi fenomena seperti akhir-akhir ini, yaitu anak muda sulit mendapat pekerjaan, beasiswa, dan lolos KPR karena riwayat kolektabilitas kredit yang buruk.
Oleh karena itu, dia menyebut pertumbuhan industri bisnis pinjaman tersebut harus terus beriringan dengan literasi keuangan pada anak muda. Jika tidak, kata dia, anak-anak muda dan keluarga di Indonesia berpotensi terlilit utang.
Jika kondisi itu dibiarkan, makin lama dibiarkan penyelesaiannya akan semakin rumit," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News