kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.561.000   59.000   2,36%
  • USD/IDR 16.802   8,00   0,05%
  • IDX 8.585   -61,06   -0,71%
  • KOMPAS100 1.186   -11,81   -0,99%
  • LQ45 849   -10,77   -1,25%
  • ISSI 307   -1,83   -0,59%
  • IDX30 437   -3,43   -0,78%
  • IDXHIDIV20 510   -2,95   -0,57%
  • IDX80 133   -1,59   -1,18%
  • IDXV30 138   -0,57   -0,42%
  • IDXQ30 140   -0,82   -0,59%

Fintech dan tren transaksi digital, bagaimana upaya bank menghadapi disrupsi?


Minggu, 22 Desember 2019 / 18:34 WIB
Fintech dan tren transaksi digital, bagaimana upaya bank menghadapi disrupsi?
ILUSTRASI. ilustrasi fintech. /2017/01/04


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Yudho Winarto

Total penyaluran pinjaman melalui perusahaan tekfin pun meningkat pesat sebesar 200,01% secara year to date (ytd) menjadi Rp 68 triliun per Oktober.

Pendorong utamanya yaitu kemudahan pembukaan akun di fintech yang memakan waktu singkat dan mudah. Khusus fintech, seluruh proses pembukaan akun dan transaksi seluruhnya dilakukan dalam melalui aplikasi pada smartphone saja.

Tak mau kalah, perbankan pun kini berbondong-bondong membuat fitur pembukaan rekening tanpa kantor yang juga melalui pemanfaatan teknologi. Selain itu beberapa bank besar kini juga sedang merancang pola penyaluran kredit secara digital.

Baca Juga: Perbankan mengklaim bisnisnya tak terganggu fitur pay later dari fintech

Bahkan, bank besar seperti PT Bank Central Asia Tbk (BCA) rela menggelontorkan dana hingga triliunan rupiah untuk mendirikan bank digital lewat pembelian Bank Royal. Tentu cara-cara ini dilakukan untuk menghadapi disrupsi yang muncul berkat kehadiran fintech.

Hanya saja, dari sisi kemudahan transaksi seperti pembayaran, banyak perbankan tak mau bersaing dengan fintech, mayoritas memilih untuk melakukan kolaborasi. Hal ini ditandai dengan banyaknya bank yang membuka manajemen Application Programming Interface atau biasa disebut Open API.

Singkatnya, open API artinya pihak bank memberikan kesempatan kepada TI perusahaan e-commerce dan fintech untuk melakukan integrasi sistem. Seperti layanan transfer, informasi saldo, mutasi rekening, dan pelacakan jaringan ATM.

Praktis, cara ini dipandang lebih murah dan efektif bagi perbankan untuk memperluas penetrasi layanan perbankan. Dampaknya, kini perbankan mulai ogah-ogahan menambah infrastruktur seperti mesin ATM, EDC hingga pembukaan kantor cabang baru.

Baca Juga: Kejar booking Rp 1,64 triliun, BNI Multifinance andalkan pinjaman bank di 2020

Sejumlah bank yang dihubungi Kontan.co.id secara kompak menyebut lebih memilih untuk menginvestasikan belanja modalnya untuk pengembangan teknologi terutama digital.

Ambil contoh, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) yang menyebut bahwa saat ini transaksi di kantor cabang sudah turun 30% secara tahunan.

Deputy General Manager Divisi Pengelolaan Jaringan BNI Giri Dwi Susanto menilai di tahun 2020 pihaknya lebih memilih untuk mendorong mobile banking. Perseroan juga tidak punya rencana untuk memperbanyak jumlah mesin ATM.

Di samping itu, Giri juga menyebut penambahan kantor cabang baru juga kini sudah dibatasi perusahaan. Alasannya, perseroan memilih untuk fokus memanfaatkan sarana digital yakni e-channel untuk memenuhi kebutuhan transaksi nasabah.




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×