CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.343.000   21.000   0,90%
  • USD/IDR 16.729   -36,00   -0,21%
  • IDX 8.407   44,65   0,53%
  • KOMPAS100 1.165   5,83   0,50%
  • LQ45 849   5,46   0,65%
  • ISSI 293   1,52   0,52%
  • IDX30 443   2,43   0,55%
  • IDXHIDIV20 514   3,54   0,69%
  • IDX80 131   0,83   0,64%
  • IDXV30 136   0,12   0,09%
  • IDXQ30 142   1,06   0,76%

Gelontoran Insentif Likuiditas Makroprudensial BI Meningkat, Apa Dampak ke Perbankan?


Rabu, 19 November 2025 / 19:31 WIB
Gelontoran Insentif Likuiditas Makroprudensial BI Meningkat, Apa Dampak ke Perbankan?
ILUSTRASI. Logo Bank Indonesia (BI) di gedung kantor pusat BI Thamrin, Jakarta, Jumat (24/5/2024). KONTAN/Cheppy A. Muchlis/24/05/2024


Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menggelontorkan dana lebih besar dari alokasi awal untuk insentif kebijakan likuiditas makroprudensial (KLM) tahun 2025. Sejalan dengan itu, likuiditas perbankan mulai longgar. 

Mengingatkan kembali, KLM adalah insentif yang diberikan BI kepada bank berdasarkan komitmennya dalam penyaluran kredit di sektor tertentu. Insentif ini berupa potongan maksimal 5% untuk giro wajib minimum (GWM). 

Nah hingga pekan pertama November 2025, realisasi insentif KLM yang disalurkan BI mencapai Rp 404,6 triliun. Asal tahu saja, jumlah ini melonjak dari alokasi awal sebesar Rp 283 triliun untuk setahun penuh 2025. 

Dari jumlah realisasi tersebut, bank umum swasta menerima jumlah terbesar, yakni mencapai Rp 179,9 triliun. Menyusul, bank milik negara menerima sebesar Rp 179,4 triliun, kemudian bank pembangunan daerah sebesar Rp 39,3 triliun, dan kantor cabang bank asing sebesar Rp 6 triliun. 

Rinciannya, insentif ini disalurkan terhadap sektor-sektor prioritas, yakni pertanian, perdagangan dan manufaktur, real estate, perumahan rakyat dan konsumsi, transportasi, pergudangan, pariwisata dan ekonomi kreatif, serta UMKM, ultra mikro, dan ekonomi hijau. 

Sejalan dengan peningkatan realisasi insentif, perbankan terpantau berhasil melonggarkan indikator likuiditas yang tampak dalam penurunan rasio kredit terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR).

Baca Juga: Kebijakan Matchmaking OIS BI Dorong Pertumbuhan Likuiditas Perbankan

Sebut saja PT CIMB Niaga Tbk. Menengok laporan keuangan kuartal III-2025, posisi LDR CIMB Niaga berada di 81,1%, turun dari posisi 84,3% pada periode yang sama tahun sebelumnya. Memang, GWM rata-rata bank turun jadi 5,44% dari level 6,97% pada periode yang sama tahun sebelumnya. 

Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan mengaku KLM memang membantu bank melonggarkan likuiditas. Secara spesifik, ia bilang pengaruhnya berupa penurunan biaya dana (cost of fund/COF). 

“KLM membantu kami memperingan COF. Namun tentu saja sejauh masih bisa sesuai dengan line of business yang menjadi keahlian dan tujuan utama bank,” jelas Lani kepada Kontan, Rabu (19/11/2025). 

Selain CIMB Niaga, PT Bank KB Indonesia juga berhasil menurunkan LDR menjadi 91,6% dari posisi 97,5%. Pun, GWM rata-rata bank susut jadi 4,2% dari 7,7%. 

Head of Corporate Relations PT Bank KB Indonesia Tbk (KB Bank) Adi Pribadi menjelaskan, saat ini bank memang berhasil menggenjot rasio pembiayaan inklusif makroprudensial (RPIM), yang menjadi penentu besaran KLM, melebihi target yang dipasang. 

“Di atas target dan lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Penyaluran ke sektor-sektor prioritas juga terus meningkat, sehingga kami memperoleh insentif sesuai ketentuan BI,” kata Adi. Namun, ia tak merincikan lebih lanjut soal proporsi kredit di masing-masing sektor.

Terlepas dari itu, Adi bilang bank sebenarnya lebih mengutamakan upaya memperkuat likuiditas melalui pengelolaan dana yang hati-hati dan hubungan jangka panjang dengan nasabah. Pendekatan itu, menurutnya, membuat struktur pendanaan KB Bank tetap stabil dan mendukung ekspansi kredit secara berkelanjutan.

Serupa, PT Bank Maybank Indonesia Tbk juga tak menggantungkan nasib likuiditasnya di insentif. Direktur Community Financial Services Maybank Indonesia Bianto Surodjo menyebut, pada dasarnya upaya menumbuhkan kredit memang menjadi fokus utama bank, meski tanpa ada insentif dari pemerintah. 

Baca Juga: Strategi Bank Jaga Likuiditas Valas di Tengah Penurunan BI Rate

“Fokus kami ada beberapa. Dari sektor ritel ada KPR, kartu kredit, lalu melalui anak usaha seperti Maybank Finance. Dari non-ritel pun kami memberikan pembiayaan ke UMKM yang cukup signifikan, di samping korporasi dan institusi keuangan,” jelas Bianto. 

Dengan upaya itulah, lanjut Bianto, Maybank mampu menjaga tingkat likuiditasnya. Meski jika dilihat, LDR bank turun tipis menjadi 74,0% dari posisi 75,9%. Sementara GWM rata-rata turun lebih banyak, menjadi 4,6% dari 6,08%. 

Skema Baru

Selain melalui pemenuhan RPIM, BI bakal menambah insentif maksimal 0,5% untuk bank berdasarkan tingkat kecepatan perbankan dalam menyesuaikan suku bunga kredit atau pembiayaan baru terhadap BI rate. 

KB Bank memandang positif skema baru untuk memperkuat transmisi moneter tersebut. Adi menjelaskan, pihaknya bakal menyesuaikan suku bunga kredit secara bertahap dan prudent dengan menjaga keseimbangan antara pertumbuhan pembiayaan dan profitabilitas.

Sementara itu, CIMB Niaga menilai penurunan suku bunga tak serta dilakukan dengan menyesuaikan tren BI rate. Alih-alih, penentuan suku bunga bergantung dengan tingkat COF bank. 

“Suku bunga kredit amat sangat bergantung dari COF DPK (dana pihak ketiga), namun apabila ada tambahan penurunan COF dari KLM sangat baik,” pungkasnya.

Baca Juga: BI Rate Dipangkas, Perbankan Harap Likuiditas Valas Melonggar di Semester II-2025

Selanjutnya: Percepat Transisisi Energi, PYC Jalin Kerja Sama dengan Monash University Australia

Menarik Dibaca: Pasar Kripto sedang Extreme Fear, Ini Saran Bagi Investor Kripto

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×