kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,40   -901,40   -100.00%
  • EMAS1.332.000 0,60%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Genjot penetrasi pasar, Cigna Indonesia lakukan diversifikasi distribusi


Kamis, 12 November 2020 / 08:55 WIB
Genjot penetrasi pasar, Cigna Indonesia lakukan diversifikasi distribusi


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Diversifikasi saluran distribusi sangat penting bagi Cigna Indonesia di tengah pandemi Covid-19. Selain untuk memitigasi risiko, diversifikasi ini juga bisa saling menopang antarsaluran distribusi yang ada. Itulah mengapa pada masa pandemi Covid-19 ini, Cigna terus mengembangkan saluran digital yang sudah dibangun pada tahun sebelumnya. 

Sebab, pada saat pandemi, masyarakat cenderung menahan diri untuk melakukan tatap muka. Makanya, kehadiran saluran digital memberikan kontribusi yang sangat signifikan bagi kinerja perseroan. 

Presiden Direktur & CEO PT Asuransi Cigna Philip Reynolds bilang pada masa pandemi Covid-19, kegiatan keagenan sempat terganggu karena orang menghindar untuk melakukan tatap muka. Namun, masih bisa ditopang oleh saluran telemarketing dan digital. Philips menjelaskan, diversifikasi saluran distribusi ini merupakan bagian dari misi Cigna untuk melayani konsumen dengan lebih baik lagi. Di antaranya memberikan perlindungan, meningkatkan kesejahteraan, dan memberikan ketenangan pikiran. 

Baca Juga: Ini tips terapkan protokol di rumah ibadah dari CEO Alami dan Direktur Eksekutif AASI

Orang nomor satu di Cigna Indonesia ini mengatakan, Cigna Indonesia tidak mengandalkan salah satu saluran distribusi tertentu untuk menjangkau nasabah dan calon nasabahnya. Cigna Indonesia, tuturnya, lebih mengedepankan integrasi beragam saluran distribusi untuk memenuhi kebutuhan nasabah dan calon nasabahnya. Karena itu, walaupun Cigna Indonesia cukup unggul di saluran distribusi telemarketing tetapi Cigna juga menyediakan saluran distribusi keagenan dan digital. "Hal ini penting karena konsumen itu terus bergerak dan dinamis. Mereka membutuhkan banyak informasi,” kata dia dalam keterangannya, Kamis (12/12).

Philips mengutarakan, asuransi adalah bisnis jangka panjang 10 atau 20 tahun di mana nasabah mempercayakan masa depan mereka pada perusahaan asuransi. Karena itu, Cigna selalu fokus dan perhatian untuk menjaga kepercayaan nasabah. “Termasuk jika mereka ingin mengajukan klaim maka Cigna harus memenuhi kebutuhan nasabah tersebut,” paparnya.

Itulah mengapa Cigna dari waktu ke waktu terus memperbaiki sistem pendukungnya agar bisa memberikan kenyamanan bagi karyawan dalam melayani nasabah dengan lebih baik.  Saat ini Cigna Indonesia melayani 1,2 juta nasabah. Sedangkan, rasio tingkat solvabilitas atau RBC (Risk Based Capital) Cigna Indonesia pada akhir tahun 2019, tercatat sebesar 269 % jauh di atas peraturan pemerintah sebesar 120%. 

Berdasarkan Survei Nasional Literasi Keuangan (SNLIK) 2019 oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, inklusi perasuransian sebesar 6,18 %, jauh di bawah perbankan yang mencapai 73,88 %.  Data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) pada triwulan I-2019 menyebutkan jumlah nasabah asuransi di Indonesia sebesar 53 juta atau sekitar 25 % dari populasi. Jumlah ini jauh lebih rendah dibanding Singapura dengan 90 % warganya menjadi nasabah asuransi. 

Baca Juga: Beban bunga meningkat, liabilitas Jiwasraya naik pada kuartal III-2020

Karenanya, Deputi Komisioner Pengawas IKNB II Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Moch Ihsanudin berharap industri asuransi nasional dapat memanfaatkan peluang digitalisasi di tengah pandemi Covid-19 lantaran sebagian besar dari 270 juta jiwa masyarakat Indonesia sudah aktif menggunakan telepon seluler. Mengingat, pengguna telepon seluler di Indonesia mencapai 338 juta nomor aktif. 

Berdasarkan fenomena tersebut, Ihsanudin menilai, industri asuransi bisa menjadikannya sebuah peluang untuk makin mengembangkan bisnis ke arah digital atau insurance technology (insurtech). 

Dari sekitar 262 juta populasi di Indonesia, 50 persen di antaranya atau sekitar 132,7 juta jiwa adalah pengguna internet, 106 juta jiwa merupakan pengguna aktif media sosial, serta 92 juta jiwa merupakan pengguna aktif media sosial melalui aplikasi mobile. Hal ini memperlihatkan tingginya kebutuhan masyarakat akan informasi dan respons real time yang cepat dan tepat, serta keinginan mereka untuk mendapatkan kemudahan akses dan layanan di mana pun dan kapan pun.

Kemajuan teknologi juga ikut mempengaruhi perilaku konsumen menjadi pembeli cerdas. Konsumen mencari pengalaman melebihi produk dan jasa yang mereka gunakan. Digitalisasi mengubah model bisnis dan pola berpikir konsumen. Bisnis apa pun yang ada akan mengalami disruption di era digital, perusahaan yang bergerak lebih gesit akan memenangkan kompetisi. Hal ini membuat pasar Indonesia semakin menjanjikan, termasuk bisnis asuransi.

Seperti diketahui, industri asuransi turut terpukul dampak pandemi Covid-19. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengungkapkan pendapatan industri asuransi jiwa pada semester I-2020 sebesar Rp 72,57 triliun, turun 38,7 % dibandingkan capaian pada periode sama tahun lalu (yoy) sebesar Rp 118,3 triliun.

Baca Juga: Dapat Rp 2,2 triliun hasil jual Citos, ini yang akan dilakukan Jiwasraya

Ketua Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon memaparkan, penurunan paling tajam terjadi pada hasil investasi yang turun 191,9 % dari Rp 22,82 triliun pada semester I-2019 menjadi negatif Rp 20,97 triliun. Namun, lanjut dia, apabila kinerja secara kuartal tahun ini dibedah, kinerja hasil investasi pada kuartal II 2020 yang mencapai negatif Rp 20,97 triliun itu membaik jika dibandingkan kuartal I 2020 yang mencapai negatif Rp 47,04 triliun.

Penurunan juga dikontribusikan oleh pendapatan premi yang menurun 2,5 % pada semester I 2020 jika dibandingkan semester II 2020, dari Rp 90,25 triliun menjadi Rp 88,02 triliun. Sementara itu, total aset juga mengalami penurunan menjadi Rp 493,99 triliun dari Rp 550,19 triliun atau turun 10 %.

Untuk kinerja realisasi klaim dan manfaat yang dibayarkan perusahaan asuransi mencapai Rp 64,54 triliun atau melambat 1,9 % dibandingkan periode sama 2019 yang mencapai Rp 65,77 triliun.

Selanjutnya: Mempermudah pemegang polis dan mitra bisnis, Jasindo kembangkan 4 aplikasi ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×