Reporter: Roy Franedya |
JAKARTA. Pertumbuhan kredit usaha mikro kecil menengah (UMKM) cukup menggembirakan. Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan, kredit segmen ini tumbuh 8,62% dari Rp 360,67 triliun per Januari 2011 menjadi Rp 391,76 triliun per Maret 2011. Angka ini dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan industri. Pada periode sama, kredit perbankan hanya meningkat 3,94% menjadi 1.814 triliun.
Pertumbuhan kredit UMKM ini juga masih lebih tinggi dibandingkan kredit mikro kecil menengah (MKM) atau kredit berdasarkan plafon pinjaman maksimal Rp 5 miliar. Bank sentral mencatat, sistem pelaporan kredit yang masih mencampuradukkan pinjaman produktif dan konsumtif itu, hanya meningkat 5,9% menjadi Rp 975,16 triliun.
Pertumbuhan kredit UMKM terjadi hampir di semua kelompok bank, kecuali bank asing dan campuran. Bank persero menjadi motor kenaikan dengan peningkatan sebesar 14,2%. Adapun bank pembangunan daerah (BPD) dan bank swasta menyumbang kenaikan 5,4% dan 4,5%.
Sementara bank asing membukukan penurunan kredit UMKM sebesar 11% menjadi Rp 7,2 triliun. Tapi, di saat sama, nilai kredit mereka ke MKM justru tumbuh 9,4%, tertinggi dibandingkan kelompok bank lain (lihat tabel). Data ini mengonfirmasi bahwa kredit UMKM yang selama ini diklaim bank asing ternyata sebagian besar berupa kredit tanpa agunan (KTA).
Sofyan Basir, Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI), mengatakan, tingginya penyaluran kredit UMKM ini karena Bank BUMN menjalankan program kredit usaha rakyat (KUR).
Keunggulan lain, bank BUMN memiliki cabang yang tersebar hingga ke pelosok. Hal ini membantu meningkatkan penetrasi. "Kantor cabang banyak, volume kreditnya semakin banyak," katanya, Jumat (20/5).
Pengamat Perbankan Paul Sutaryono menilai, penurunan kredit UMKM pada bank asing dan campuran merupakan efek pemisahan pelaporan kredit UMKM. Selama ini mereka banyak menyalurkan kredit ke sektor konsumsi. "Contohnya, mereka mengakui KTA sebagai kredit UMKM," ujarnya.
Rendahnya penetrasi kredit bank asing di UMKM lantaran keterbatasan infrastruktur mereka. "Selain itu, bank asing dan campuran banyak yang tidak mau ambil risiko dari kredit UMKM, sehingga memilih menyalurkan kredit konsumsi," terang Paul.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News