Reporter: Aulia Ivanka Rahmana, Nadya Zahira | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak awal tahun ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tampak mengalami penurunan yakni sebanyak 7,91% secara year to date (YtD). Penurunan ini turut mempengaruhi investasi di industri asuransi jiwa.
Menanggapi hal ini, Ketua Bidang Produk, Manajemen Risiko, dan GCG Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Fauzi Arfan menyampaikan, penurunan IHSG lebih berpengaruh pada produk asuransi yang memiliki eksposur tinggi terhadap pasar saham, seperti unitlink.
Namun, menurutnya dampak tersebut lebih dirasakan oleh pemegang polis dibandingkan perusahaan asuransi itu sendiri.
Baca Juga: Klaim Asuransi Kesehatan Tumbuh 16,4% Sepanjang 2024, Begini Kondisi Sejumlah Pemain
"Kalau perusahaan jualannya produk-produk yang taruhnya di IHSG, ya ada dampaknya. Tapi itu biasanya terjadi pada produk tradisional yang memang memiliki eksposur ke saham. Kebanyakan asuransi tradisional tidak menaruh dana di saham karena fluktuasi yang tinggi,” ujar Fauzi saat ditemui usai konferensi pers laporan kinerja AAJI 2025, Jumat (28/2).
Fauzi bilang, bagi pemegang polis unitlink, fluktuasi pasar saham seharusnya bisa diantisipasi dengan fasilitas switching, yang memungkinkan mereka mengalihkan investasi ke instrumen lain yang lebih stabil.
Di tengah tren penurunan IHSG, Fauzi juga menyoroti pentingnya peran industri asuransi dalam menjaga likuiditas pasar modal. Menurutnya, perusahaan asuransi umum-nya tidak melakukan penarikan dana besar-besaran dari saham meskipun pasar sedang turun.
“Kami ingin unitlink tetap punya dampak positif bagi pasar modal, terutama saham. Sebab, rata-rata pemain asuransi yang menaruh dana di saham melakukannya untuk jangka panjang, bukan untuk jangka pendek,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia juga menyatakan, terdapat upaya untuk mendorong industri asuransi agar lebih aktif dalam menopang pasar modal. Salah satu langkah yang diusulkan adalah memberikan lebih banyak kesempatan bagi perusahaan asuransi untuk mengembangkan produk unitlink yang lebih menarik.
Sebagai informasi, AAJI melaporkan total investasi industri asuransi jiwa mencapai sebesar Rp 541,40 triliun sepanjang tahun 2024. Nilai tersebut tumbuh tipis sebanyak 0,2% secara tahunan. Salah satu pertumbuhan investasi terbesar berasal dari Surat Berharga Negara (SBN).
SBN meningkat 11,9% secara YoY yang mencapai senilai Rp 205,03 triliun. Adapun SBN berkontribusi sebesar 37,9% terhadap keseluruhan total investasi industri asuransi jiwa.
Sementara itu, investasi di instrumen saham mengalami penurunan sebanyak 10,8% menjadi senilai Rp 133,99 triliun. Adapun saham berkontribusi sekitar 24,7% dari total portofolio.
Kemudian, instrumen reksadana juga tampak mengalami penurunan sebanyak 10,6% dengan nilai mencapai Rp 69,68 triliun, dengan kontribusi sebesar 12,9% dari total portofolio.
PT MSIG Life Insurance Indonesia Tbk (LIFE) melihat peluang dari kenaikan yield obligasi pemerintah untuk mengoptimalkan strategi investasinya
Baca Juga: Hasil Investasi Industri Asuransi Jiwa Anjlok 24,8% pada 2024, Ini Penyebabnya
Head of Investment MSIG Life Epsen Halim menjelaskan, diversifikasi portofolio ke berbagai kelas aset, seperti obligasi, saham, dan pasar uang, membantu perusahaan mengurangi risiko investasi dalam jangka panjang.
"Peluang dari kenaikan yield obligasi pemerintah, terutama pada tenor panjang, dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan alokasi investasi pada aset dengan imbal hasil lebih tinggi dan risiko lebih rendah,” ujar Epsen keada Kontan, Senin (3/3).
Selain obligasi, MSIG Life juga melihat koreksi pasar saham sebagai peluang untuk mengakumulasi aset di level valuasi yang lebih menarik. Namun, perusahaan tetap berhati-hati dalam mengelola eksposur risiko dan memastikan bahwa strategi investasi sejalan dengan kebutuhan perusahaan dalam mencapai tujuan jangka panjang.
Epsen menambahkan bahwa diversifikasi portofolio tetap menjadi kunci dalam menghadapi volatilitas pasar. MSIG Life telah mengalokasikan investasinya ke berbagai kelas aset, termasuk obligasi, saham, dan pasar uang, guna mengurangi risiko dan menjaga stabilitas portofolio.
Melansir laporan keuangan MSIG Life per Januari 2025, hasil investasi perusahaan tercatat menurun sebesar 28,23% secara YoY menjadi senilai Rp 72,51 miliar dari sebelumnya senilai Rp 101,04 miliar.
Investasi instrumen saham MSIG Life juga tampak menurun sebanyak 9,10% secara YoY menjadi senilai Rp 1,94 miliar, dibandingkan periode sama tahun sebelumnya senilai Rp 2,15 miliar.
Terkait hal ini, PT Asuransi Ciputra Indonesia (Ciputra Life) menyampaikan bahwa pihaknya terus memantau pergerakan dan dinamika pasar, baik pasar obligasi maupun pasar saham.
Selaras dengan hal ini, President Director Ciputra Life Hengky Djojosantoso mengatakan, sentimen-sentimen negatif baik yang berasal dari luar negeri maupun dalam negeri, secara umum akan mempengaruhi pergerakan pasar dalam jangka pendek.
"Namun demikian, secara jangka panjang faktor fundamental yang akan lebih berpengaruh terhadap pergerakan pasar," ujarnya kepada Kontan, Senin (3/3).
Baca Juga: AAJI Sebut Rasio Klaim Kesehatan di 2024 Sudah Lebih Baik karena Ada Upaya Perbaikan
Alokasi investasi di instrumen saham perusahaan sepanjang tahun 2024 hanya mencapai 11% terhadap total portofolio. Adapun strategi pengelolaan investasi perusahaan di tahun 2025, masih fokus ke pasar obligasi, terutama obligasi pemerintah, dan secara selektif masuk ke dalam obligasi korporasi dengan rating di atas investment grade dan berfundamental baik.
"Namun, kami juga selalu mencermati pergerakan dan dinamika di pasar saham, dan melihat kesempatan untuk masuk ke saham-saham dengan fundamental baik yang telah mengalami koreksi harga cukup tajam," lanjutnya.
Total investasi Ciputra Life pada Januari 2025 tercatat sebesar Rp 817 miliar. Adapun sepanjang tahu 2025, Ciputra Life memproteksikan total investasi bisa mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
Pengamat Prediksi Kinerja Asuransi Unitlink akan Turun di 2025
Sementara itu, Pengamat asuransi Irvan Rahardjo menilai bahwa anjloknya IHSG bukan hanya berdampak pada hasil investasi perusahaan asuransi jiwa, tetapi juga berimbas pada kinerja produk unitlink pada 2025.
Ia memprediksi, produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unitlink tidak akan lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu. Hal ini utamanya karena kinerja bursa saham yang terus merosot di awal tahun ini.
“Terutama dari saham-saham big caps seperti saham-saham bank yang terus merosot dalam beberapa hari ini, bahkan angkanya paling rendah sejak sebelum Covid-19,” kata Irvan kepada Kontan, Senin (3//3).
Untuk itu, Irvan menilai, dengan merosotnya IHSG dalam sepekan, maka nasabah atau masyarakat sebaiknya tidak mendiversikasikan produk unitlink di instrumen saham, namun segera beralih ke instrumen investasi yang lebih aman seperti pendapatan tetap yang meliputi, deposito dan obligasi atau Surat Utang Negara (SUN).
“Karena unitlink pendapatan tetap dan pasar uang masih membukukan pertumbuhan lebih baik daripada unitlink saham,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Irvan menyebutkan penyebab investasi saham anjlok karena kinerja bursa saham terus merosot akibat aksi jual asing yang terus berlangsung terutama pada saham-saham perbankan big caps dan ketidakstabilan geopolitik imbas kebijakan proteksionisme Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump yang melemahkan mata uang rupiah.
Baca Juga: AAJI Sebut Kontribusi Pendapatan Produk Asuransi Jiwa Syariah Tumbuh 10,4% pada 2024
“Termasuk inisiatif-inisiatif strategis pemerintah seperti Danantara yang tidak mampu mengangkat sentimen pasar, bahkan disambut dengan sikap skeptis publik,” kata Irvan.
Lebih lanjut, Irvan menyebutkan strategi yang bisa dilakukan perusahaan asuransi jiwa agar kinerja produk unitlink tetap terjaga di tahun ini seperti, penyesuaian biaya dan peningkatan fleksibilitas investasi, hal ini diprediksi dapat meningkatkan daya tarik produk unitlink.
Kemudian, melakukan edukasi kepada konsumen atau nasabah, agar pemahaman masyarakat terhadap manfaat dan risiko unitlink semakin baik lagi ke depannya.
“Maka saya melihat kinerja produk unitlink di tahun ini akan merosot dibanding tahun 2024, yang masih mencatat pertumbuhan meskipun porsinya semakin menurun dibandingkan dengan produk tradisional,” tandasnya.
Selanjutnya: Pertumbuhan Pendapatan Bunga Bersih Bank Belum Kencang pada Awal Tahun
Menarik Dibaca: Simak Inisiatif Vinilon Group dalam Mendukung Keberlanjutan Lingkungan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News