Reporter: Ferry Saputra | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re menyampaikan masih terdapat sejumlah tantangan yang dihadapi perusahaan reasuransi dalam meningkatkan kinerja. Direktur Teknik Operasi Indonesia Re Delil Khairat mengatakan sebenarnya tantangan yang menerpa industri reasuransi menjadi hal klasik, yakni terkait permodalan dan kapabilitas.
"Pertama, secara permodalan memang masih terlalu rendah," ungkapnya kepada Kontan, Minggu (30/11/2025).
Saat ini, Delil mengatakan terdapat 9 perusahaan reasuransi dalam negeri, tetapi semuanya memiliki ekuitas yang rendah. Dengan demikian, tidak memungkinkan bagi mereka untuk mendiversifikasi portfolionya dengan risiko-risiko dari negara lain.
Baca Juga: Premi Reasuransi Tumbuh, Indonesia Re Beberkan Peluang Pemenuhan Ekuitas Minimum
Dia bilang hal itu akan membuat portofolio reasuransi dalam negeri akan terkonsentrasi pada risiko dalam negeri saja. Tentu saja kondisi tersebut tak ideal bagi perusahaan reasuransi.
"Sebab, reasuransi merupakan bisnis yang bersifat global dan kekuatannya berasal dari mengumpulkan risiko lebih besar dan terdiversifikasi luas tidak hanya terbatas pada batas batas negara saja," ujarnya.
Baca Juga: Strategi Indonesia Re: Perkuat Modal dan Ekspansi Global
Delil menerangkan dengan level ekuitas saat ini, sangat sulit bagi reasuransi dalam negeri untuk melakukan diversifikasi portofolio dan menyerap risiko dari luar negeri.
Tantangan lainnya yang dirasakan industri reasuransi, yakni soal technical capability, kemampuan pricing, underwriting, portofolio manajemen, akumulasi manajemen, hingga business modelling. Delil menganggap semua tersebut merupakan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh reeasuransi dalam negeri.
Dia berharap reasuransi dalam negeri dapat memperbaiki semua itu, serta meningkatkan efisiensi dari operasional, lalu sisi pengelolaan technical accounting finance, dan utang piutang.
"Jadi, dua hal itu, permodalan dan capability menjadi persoalan yang menghantui reasuransi Indonesia," tuturnya.
Baca Juga: Pendapatan Premi Indonesia Re Capai Rp 4,52 Triliun hingga Kuartal III-2025
Meskipun demikian, Delil menjelaskan terdapat sedikit pengecualian bagi perusahaan reasuransi yang memiliki captive market. Jadi, dia menyebut dari 9 perusahaan reasuransi ini tidak semuanya betul-betul murni professional reinsurance, tetapi ada juga yang merupakan captive reinsurance untuk grup konglomerat besar.
Biasanya, captive reinsurance punya bisnis model yang sedikit berbeda dan memiliki keuntungan karena bisa memaksimalkan benefit dari risiko grup mereka.
"Jadi, itu yang membuat mereka untung dan membuat mereka juga mungkin tak perlu memerlukan modal besar," kata Delil.
Namun, Delil berpendapat reasuransi bermodel bisnis captive dengan modal kecil, ada potensi mereka menjadi penyebab utama terjadinya defisit neraca pembayaran sektor asuransi. Sebab, mereka akan sangat tergantung pada retrosesi dari luar negeri, maka makin besar premi yang mereka lempar ke luar negeri.
Asal tahu saja, berdasarkan laporan keuangan perusahaan, Indonesia Re mencatatkan ekuitas sebesar Rp 2,76 per Oktober 2025.
Baca Juga: Indonesia Re Beberkan Kabar Terbaru Rencana Konsolidasi Reasuransi BUMN
Selanjutnya: Bumi Resources (BUMI) Pacu Diversifikasi, Bidik 50% Pendapatan Non-Batubara pada 2031
Menarik Dibaca: Ruas Jalan Tol yang Dapat Diskon Khusus Libur Natal dan Tahun Baru
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













